Nadiku Bersuara Merdeka
Sebuah mantel berlumur darah
Ketika ada suara kami semua telah menatapnya
Berbagi duka yang agung, dalam kepedihan yang bertahun-tahun
Sebuah tirai berwarna merah putih membentengi Papua, membungkam asas kita
Di bawah terik matahari para pejuang kita berdiri
Mencari secerca asas antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja.
Akan mundurkah kita sekarang
Padamkan api revolusi, seraya mengucapkan ‘Selamat tinggal para perjuang’
Biarlah kita berdiri, nyalakan api revolusi bersama peledaran darah
Berikrar setia kepada tirani sang kejora
Tulus mengenakan baju kebesaran, sang pelayannya?
Poster kumal itu, ya poster itu
Kami semua telah menatapmu, di atas bangunan-bangunan tua itu
Menunduk bendera setengah tiang,pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas di berbagai media
Tuan-tuan becak, kuli-kuli dermaga demokrasi
Teriakan-teriakan di atas bust kota,
Pawai-pawai perkasa semata prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata, Semuanya berkata
Lanjutkan perjuangan, tetap
One day will be fre west Papua
Jayapura, 5 mei 2019
Andy H. Makay
Nduga bukan Anak Sebatangkara
Seruan serta tangisan mewarnai bumi leluhur, canda dan tawa kini kian redup
Kicauan burung itoti kian menghilang di lemba Balyem
Hati merintih perih menusuk nadi, kesakitan mendalam
Kini hirupan udarah tak lagi bergizi
Suasana krimis deraian air mata membumi
Nahkoda bumi cendrawasih yang kian hari, hilang arah
Sayang oh, Sayang eeee…
Kemana kah Nahkodaku? Dimana kah Tuhanku?
Hulu aku ditindas Kini aku dibantai
Nahkoda dan tuan hanya menyaksikan nasib anak sebatangkara
Aku merintih memintah pertolongan, kau hiraukan semua keluahan-Ku
Tercerai berailah keluargaku, dirundun gelisa ketakutan
Kami hidup bersama intimidasi, tanpa asas demokrasi
Yang tersisa di rimbah cendarwasih hanya bekas kaki sudarahku
Berlari di kejar kabungan TNI, PORLI
Dedaunan pohon berubah dalam kedipan, bercoretkan tintah merah darah di tropis Nduga
Yang ku dengar di berantara hanya gemuruh tangisan yang merintih
Memanggil nama sudarahku yang ditembak di sana
Kini tangisan pilu masih terus mengiringi langkah kakiku
Terus ku langkahkan kaki step by step
Demi mencari kelegaan sosial bagi keluarga di Nduga yang berkulit gelap
Yang terselubung di balik kain Merah putih dari Jakarta
Namun, Sayang Percaya saja Tuhan tidak buta
Sayang, Nduga bukan anak sebatangkara
Yakinlah sayang, Nduga tidak sendiri
Papua untuk Nduga Tuhan bersama.
Jayapura, 12 April 2019
Andy H. Makay
Perpisahan Mengundang Pilu Berkepanjangan
Hari kian larut kesunyiang mulai terlihat
senja mulai melukis sedih
agenda hari tertutup sekarat
sepi bernyanyi merdu
meriak muka air kolam jiwa menetes
Asrama Kasih Hagar kumeratap sunyi
Zaver menghilang dalam kedipan mata
Loncky Dan Linus juga ikut serta
jejak kalian tersapu kabut hitam, seakan ia menelan semua cerita
kesenduan membumi
aku seolah unggas tak beribu
hilang bertiga Yang kupunya
serasa bumi terombang ambing
sehari terasa setahun
menunggu ketiga busur pencitraanku
dimanakah waktu
dimanakah ruang untuk kusimpan pengharapan panjang
menunggu sambil susuri jalan meringkas waktu hingga hujan dan badai kubersahutan
suara suara malam yang berbeda telah membicarakan hal yang sama tentang serdadu rindu memenjarakan asa dalam perjumpaan
ihklas dari itu hujan ada redahnya
perjumpaan tak berundang undang
perjumpaan akan di rahmati Tuhan
bersama holandia kumenunggu pulangnya ketiga busur
kembali dan berkelana dalam SIDU
Jayapura, 21 April 2019
Andy H. Makay
Dia Bertopeng
Dirimu datang dalam senyumMu, kau sembunyikan jahatmu
Citramu memanah pandangan di balik topeng
Si Senja menghiasai suasana, mewarnai hentakan kakimu,
Berbunyi nyaring bernada suram menguyak jiwa.
Nyata kau mewarisi pedang bermata dua
Ending nyembeliku rapuh.
Selamat tinggal terpuruk
Pahitmu cukup kurasa
Indahmu cukup kucinta.
Jayapura, 3 Mei2019
Andy H. Makay