DUHAI NUMBAY
Tak ada yang lebih berhati mulia, sayang
Denganmu dengan semua yang datang
Hanya mahkluk tak tahu diri di jagat raya
Datang sebentar pergi untuk selamanya
Kau selayaknya pelabuhan ratu pelacur
Menerima siapa saja dengan lapang dada
Tak pernah murka pada noda-noda hitam
Binatang yang tak mencintaimu dengan hati
Aku tahu ketabahan hati nuranimu yang luhur
Dalamnya sedalam lautan teluk Youtefa itu
Sampai tak sudi melampiaskan hasrat amarah
Pada benalu-benalu yang datang dan pergi
Semua yang datang hanya untuk mencuri ilmu
Semua yang hadir hanya untuk mencari nafkah
Semua yang tiba hanya untuk menarik simpati
Semua yang injak hanya untuk kejar hawa nafsu
Kau yang tersiksa usai puas meninggalkan dirimu
Kau yang terluka ketika semua pergi diam-diam
Kau yang menderita kala semua jalan dengan bisu
Kau yang berduka cita dari waktu ke waktu, saying
Noth!
TINTA HITAM NUMBAY
Bukit-bukit ditelanjangi insani tanpa ampun
Mahkota gunung dipangkas habis-habisan
Pepohonan tercerabut dari akar-akarnya
Begini sudah tingkah laku dari penghuninya
Setiap jalan raya penuh dengan kerikil-kerikil
Lebirin-lebirin penuh dengan sampah-sampah
Parit-parit penuh dengan sedimentasi pula
Begini sudah wajah kota Numbay yang tua
Datang hujan deras lupa tingkah laku hidup
Sibuk mengelu pada tembok-tembok bangunan
Seolah itu dewa berhala yang melampaui Tuhan
Yang bisa mengabulkan permohonan munafik
Suka menyentuh dosa-dosa paling luar kulit
Tak pernah memahami alam semesta murka
Dengan sebab marginalisasi dalam relung hati
Akal sehat seakan tak bersahabat dengan kota
Tiba bencana bukannya mencari jalan keluar
Tapi menghabiskan waktu untuk cari babi hitam
Saling menyalahkan menjadi budaya tak waras
Dari kota berbasis intelektual yang amat tua ini
Sangat menjengkelkan dengan petaka hari-hari
Pemalang jalan sampai pemaling yang bodoh
Tak hanya penghalang jua menodai citra kota
Beriman yang penuh dengan pertanyaan kekal
Amat memprihatinkan melihat jargon kota
Ber-Tuhan tapi penuh dengan dosa ekonomis
Menghalkan minuman keras dan pekerja seks
Ujung-ujungnya mencedari citra kota beriman
Sungguh menyedihkan memandang julukan kota
Seakan-akan benar-benar kota beriman yang kokoh
Ber-Allah tapi merusak moral dan spiritual insani
Dari sudut jln, toko, kafe dan hotel-hotel berbintang
Kota ini tiada lagi rohnya yang diwariskan leluhur
Tak empunya entitas tepat di mata segala satwa
Dari waktu ke waktu penuh dengan dosa amoral
Dari generasi ke generasi sarat tak belas kasih
Sayang Port Numbay yang tak kunjung tenang
Selalu gelisah dalam pola pikir penguasa bejat
Memporak-porandakan namamu seakan pelacur
Atau kau seperti kota tanpa tuan tanah air abadi
Semua yang datang suka memberi identitas diri
Tak peduli pada asalmu yang empunya makna
Semuanya merubah tanpa restu dari hati nuranimu
Kota beriman yang seakan kota pelacur nakal, syg
Noth!
RABU ABU
Puasa yang benar
Untuk para pimpinan klerus di tanah ini
Adalah berhenti mengkhianti umatnya
Puasa yang tidak benar
Untuk para pemimpin gereja di tanah ini
Adalah membungkam suara kenabiannya
Noth!
Selamat Rabu Abu
HUJAN JARUM
Datang hujan membawah keluh
Pulang kemarau panjang kesah
Kehadiran banjir timbul ketakutan
Surut air pun menarik nafas lega
Kehadirat langit teteskan air matanya
Kota beradat dilanda ahli musiman
Kala hari mendung tak bersudahi
Kota beriman penuh pengamatan
Tuhan bisa murka pada manusia
Tahu-tahu yang melampaui sekat
Semoga saja persada ini manusiawi
Mencintai dari terkaman para penafsir
Semoga tiada lagi bencana alam
Semoga tiada lagi korban jiwa
Noth!
Soleman Itlay adalah Alumnus Kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ). Ia, juga banyak menulis, Artikel, Opini dan dimuat di media massa cetak dan online Tinggal di Jayapura.