Kuhitung sisa jejakmu pengkhianat,
untuk seluruh hari yang tidak perlu diingat, atau aku akan mati.
Malam telah tersungkur pada hitam kubangan tinta, yang terbaca dusta,
janji yang terlalu mudah diingkari, vokal dan konsonan yang gagal dimengerti.
Sesaat petir menyambar, merobek langit.
Kita cuma debu yang terbang dalam hampa udara, tak lagi merasakan apa.
Hanya kesalahan –kekeliruan.
Pun waktu bagai mata pisau telentang yang harus dipijak dengan sepasang kaki telanjang.
Cukupkah amarah tertumpah seakan leleran lava pijar, membakar, menghanguskan.
Atau masih ada yang harus dikatakan? Karena tak pernah ada kenangan.
Hanya bebayang yang melesat terbang menuju entah. Maya, sirna. Tak sungguh sungguh ada.
Kota Hujan, 17 Maret 2021