Kita pernah menjadi kupu kupu,
meleleh bersama hijau daun,
terbang menuju delusi.
Batas yang amat maya antara ada dan tiada,
antara hitam dan putih, abu abu.
Nisbi. Pun rumput liar tumbuh semakin tinggi menjulang,
melebihi batas ketakutan, mengekalkan cemas —
Mengapa tergesa pergi?
Langit masih terisak dari cucuran air mata seribu peri yang menangis, karena duka hati.
Mengapa singgah?
Bila kata kata bermula dari tajam lidah belati, berkilat, mendustai.
Sandiwara terjeda pada perselisihan alfabeth yang gagal menjadi suara.
Vokal dan kosonan kiranya ragu ber zig- zag pada helai kertas urung menjadi kalimat, yang tersisa tanda tanya.
Benarkah kesumat dendam tetap berpijar bagai api dalam sekam,
maka sepoi tiupan angin sudah cukup untuk mengobarkan?
Pada sebuah kisah yang sangat panjang tanpa kendali,
tak akan pernah tertera titik akhir, kecuali mati.
Kota Hujan, 5 Maret 2021