Antara kita hanya lembar kertas menua, masing masing kesulitan menyelesaikan bagian akhir catatan di atasnya. Considera todos mis errores –anggaplah semua kesalahanku. Jarak sama beku dengan kelam batu nisan, menggigil, dan pekat. Pun pengkhianat hanyalah sebutan dari salah satu sudut ketika si-aku kalap menatap. “Bola matanya masih sedalam danau kembar yang memanggil dan menenggelamkan. ” Mengapa mesti hanyut? Bila perahu masih mampu mendayung ke tepi, menjauh dari pijar cincin api. Waktu akan meniup segala warna menjadi putih, tanpa darah, rasa bersalah, duka, dan amarah. Tetapi, antara kita tetap pucat helai kertas, sebuah cerita maya. Mungkinkah sanggup menyelesaikan bagian terakhirnya? Pada pahit ingatan, setetes tinta pun kini tak ada, Kota Hujan, 14 April 2021