Pers di era digital semakin terjebak rutinitas menulis seremonial pejabat

Komunitas Sastra Papua dan Laboratorium Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Cenderawasih menyelenggarakan seminar “Peran Pers dalam Pengisi Pembangunan di Tanah Papua” di Jayapura, Selasa (11/2/2020). – Jubi/Hengky Yeimo
Komunitas Sastra Papua dan Laboratorium Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Cenderawasih menyelenggarakan seminar “Peran Pers dalam Pengisi Pembangunan di Tanah Papua” di Jayapura, Selasa (11/2/2020). – Jubi/Hengky Yeimo

Jayapura, SaPa – Pendiri Komunitas Sastra Papua atau Kosapa, Andy Tagihuma menyatakan perkembangan dunia digital telah mengubah kecenderungan pers memberitakan Papua. Saat ini, pers cenderung semakin terjebak untuk menulis berita politik dan seremoni pejabat. Pers di era digital juga semakin jarang memberi ruang untuk menulis aspek sosiologi dan etnografi orang Papua.

Hal itu disampaikan Andy Tagihuma selaku pembicara dalam seminar “Peran Pers dalam Pengisi Pembangunan di Tanah Papua” yang digelar Kosapa bersama Laboratorium Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Cenderawasih (FISIP Uncen) di Jayapura, Selasa (11/2/2020).

Dalam seminar itu, Andy Tagihuma memaparkan materi seputar sejarah pers di Tanah Papua. Tagihuma menyebut media massa sebelum memasuki era digital lebih banyak memberi ruang bagi tulisan yang mengulas masalah sosiologi dan etnografi kehidupan orang Papua. Akan tetapi, pada era digital, media massa justru tidak memberi ruang untuk mengulas persoalan sosiologi dan etnografi kehidupan orang Papua.

“Sajian di media sekarang didominasi oleh berita politik, [dan berita] seremonial dari pemerintah. Berita mengenai sosiologi, etnografi, maupun upaya perdamaian [atas persoalan Papua] terabaikan dalam pemberitaan,” kata Tagihuma.

Ia mengkhawatirkan perkembangan pers itu, karena akan semakin menghilangkan peranan pers dalam mengedukasi masyarakat di Papua. “[Tantangan bagi pers di era digital adalah] bagaimana menggali kembali [kisah] kehidupan dalam setiap suku. sebagaimana yang dibuat oleh media ‘Kabar dari Kampung’. Jadi, kami bisa mengikuti kabar dari kampung, dengan pemberitaan dari kampung-kampung,” katanya.

Tagihuma mengatakan Komunitas Sastra Papua terus mendorong dan mengajak anak-anak muda Papua untuk menuliskan kisah hidup mereka. Generasi muda di Papua juga diajak untuk menuliskan kehidupan di kampung-kampung.

Bacaan Lainnya

“Kami juga mengajak generasi muda menulis soal kebudayaan, dan kondisi sosial masyarakatnya. Misalnya, di Wamena saat ini orang barapen [atau bakar batu dengan] banyak babi. Dahulu [orang menggelar bakar batu dengan babi] secukupnya saja. Itu sebuah perubahan sosial yang harus dituliskan,” kata Tagihuma.

Pembantu Dekan I FISIP Uncen, Marlina Flassy saat membuka seminar itu menyatakan pers harus mengawal isu pembangunan dan mengedukasi masyarakat Tanah Papua. Menurutnya, masyarakat Tanah Papua tidak hanya belajar melalui sekolah formal atau akademisi saja, namun juga mendapatkan pendidikan informal yang bersumber dari banyak hal. “Pers mempunyai andil untuk memberikan edukasi kepada masyarakat pada umumnya,” kata Flassy.

Flassy mengatakan para dosen dan mahasiswa saat melakukan riset atau penelitian selalu menjadikan media sebagai referensi awal. Selain menjadi sumber informasi, media massa juga bisa menjadi bahan ajar.

“Pers tidak hanya terlibat dalam mengawal pembanguan. Pers juga terlibat dalam memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahun di Papua. Pers … harus menjadi garda terdepan dalam pendidikan bagi masyarakat, agar apapun yang dilakukan pemerintah, kampus, atau masyarakat bisa diketahui oleh publik,” katanya.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Sebelumnya pernah dimuat di laman ; jubi

Berikan Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.