Oleh; Rindo R Tuasa
Disela- sela ketidakpastian surat balasan antara dua insan ini, ternyata adapula tantangan tersendiri, yang datang menawarkan kenyamanan.
Yah sebut saja Fernando Lungkang, sahabat karib.
Sahabat karibnya ini, yang menuntun sang putri tidur. Di saat, ia [sedang] belajar menulis surat cinta, untuk balasan kepada sang penginjil.
Fernando Lungkang sesekali membantu mengantarka surat yang ditulis oleh Putri Tidur ke Wessel Pos.
Suatu ketika, secarik kertas yang ditulis oleh putri tidur, basah di tengah tengah perjalanan menuju ke kantor pos.
Meskipun Fernando Lungkang dengan niat yang tulus membantu sang Putri Tidur.
Hal ini suda berjalan beberapa minggu yang suda lalu. Namun, Fernando Lungkang, enggan menyampaikan hal tersebut kepada Putri Tidur.
Karena biar bagaimanapun dia tidak mau melihat Putri Tidur bersedih.
Sebab Putri Tidur tidak mau Kecewa. Lantas hasrat rindu yang suda dituangkan memenuhi sajak akan berubah hanya karena hujan di hari itu.
Hampir sebulan, sang Putri Tidur mengharapakan balasan rindunya dari sang penginjil. Tiap hari dia tersenyum sendiri membayangkan, raut wajah sang penginjil, saat dimana penginjil tersebut berpose dan tersenyum, saat membaca sajak rindu yang terurai dengan hati yang tulus.
Sungguh tanpa ia sadari bahwa surat yang dia kirimi masih tersimpan rapi di lemari pribadi Fernando Lungkang.
Suatu ketika Putri Tidur berjumpa dengan Fernando Lungkang di samping pos jaga, yang ada di desa.
“Kenapa yah, suratku belum kunjung dibalas oleh sang penginjil”, tanya Putri Tidur serius.
Fernando Lungkang sambil mengangkat kedua alis mata dan kedua bola matanya memandang tak berdali. Fernando juga berdiri dengan tegak dan searah.
Rupanya Fernando Lungkang lagi lagi bersandiwara untuk berkata,“karena isi suratmu. Sehingga membuat pena sang penginjil tak berhenti menuliskannya, untuk kamu,” ujar Fernando Lungkang mebalasa pertanyaan Putri Tidur.
Dengan gestur tubuh yang meyakinkan, sang Putri Tidur langsung sumbringah, dan terlihat merah bahagia.
Fernando Lungkang langsung bergegas mengambil kendali komunikasi sambil berkata.
“Rin, sang pujaan hati masih tidak merespon,” katanya sambil tersenyum.
“Rin, Rin”, pangilan kedua, dari Fernando Lungkang.
Putri Tidur justru hanya membalikan posisi badan, sambil memandang ke tepi warung makan, tempat dimana dia pernah Purti Tidur ditraktirkan bakso oleh kekasih hatinya.
“Rin, Rin” panggilan ke tiga, oleh Fernando Lungkang.
Dengan sangat berhati-hati dan lembut Fernando Lungkang berkata, “Aku pamit ya, duluan di rumah masih ada urusan keluarga yang perlu saya selesaikan,” kata Fernando Lungkang dengan Tegas.
Iriani Alias Putri Tidur berpaling dan berkata, “Makasih ya,” balasnya singkat.
Sambil ia tersenyum sedikit. Sahabatnya Fernando Lungkang pergi mendahului Putri Tidur.
Sambil berkata sekali lagi “Aku kembali dulu ya…! Ada pertemuan keluarga” Tanpa memberitahu keberadaan surat yang dikirimi oleh sang penginjil.
Bersambung………
Merauke 15 April 2021