Puisi Narasi Aleks Giyai ; Senyum Yang Tertawan

Alexander Giyai saat membacakan Puisi pada satu momentum -Doc KOSAPA
Alexander Giyai saat membacakan Puisi pada satu momentum -Doc KOSAPA

Oleh; Giyai Aleks

Untukmu yang hebat. Hebat karena selalu menyelipkan sabar dalam setiap perjuangan dan pergerakan dengan senyuman. Tabah dalam setia menanggung salib kehidupan dengan keriangan. Kudoakan dirimu menjadi pemilik lengan yang kuat untuk dapat memikul beban. Raga dipeluk tegar, jiwa diterpa tangguh. Hanyut bagai buai sejuk angin, lembut hijaukan kemarau di batin proletariat. Walau khalbu berkecamuk dinamisme penindihan.

Diatas tanah air, terulang dan akan berulang, sepanjang tirani kolonial bertahta di persada koloni. Negara melalui tangan predator serdadunya, merenggut tawa dengan cara yang tak terduga dan luka selalu  dan akan tersembunyi lebih indah dari senyum yang tampak pesona. Terlihat penderitaan berteduh dibalik bening mata menyembunyikan ratapan yang menggunung! Mungkin, beginilah cara berbagi kerinduan. Tuhan, menempatkan air mata proletariat, di matamu. Ketika lelah yang memberikan kekuatan. Saat tiada ide membuat inspirasi. Kala sendu menebar senyum. Pabila buntut menunjukkan jalan. Ketika hilang harapan memberikan sejuta kepastian hidup.

Betapa anehnya menjadi normal jaman sekarang. Penegak keadilan dan pejuang kebenaran dikutuk habis-habisan. Penebar dusta dan penghianat setiap hari dipuja habis-habisan, manusia. Tak perlu melihat kiri-kanan, masuklah kedalam diri sendiri, Lihatlah. Bahagiakan diri sendiri, kasih semangat buat diri sendiri, kasih perhatian buat diri sendiri, karena apa yang kita rasakan hanya diri kita sendiri yang tahu. Karenakan keselamatan tak datang dari langit atau melalui di bawah bumi. Namun tuntaskan keresahan dalam dada di depan mata, yang di tatap setiap waktu dalam sinisme.

Hidup itu sangat menarik. Pada akhirnya, beberapa rasa sakit terberat kamu akan menjadi kekuatan terbesar kamu. Ketika kau melihat ruang-ruang kosong sebagai pengisian langkah basis. Ada suatu tempat yang membuat kenyataan menghilang. Yang ada hanya harapan bahwa siapa yang akan kembali menghidupkan kenyataan itu. Iklim hidup memanas, mendengar bisikan hati pun tak bisa.! Kekasih, apa harus mendekam diri di lubang ketamakan, lari dari api yang tak mampu memadamkan baranya.

Kita berani karena kehidupan. Kita hidup di negeri para pemberani, ada yang berani menghianat, ada yang berani menjual kebenaran, ada yang ingkar janji-janji, ada juga yang berani pura-pura tuli, ada yang berani menjadi terbudak, banyak yang berani menjadi pencopet dan penghancur kehidupan. Tak hanya duduk di pelataran, menunggu datangnya keselamatan. Menatap langit dengan khidmat, melahap sunyi dengan nikmat, tuan hening dalam kebisuan. Meruncing dinamika penindasan penuh penghakiman, tapi kau tetap kau, saya tetap saya dan dia tetap dia yang tidak menatap penjahat sebagai penyelamat.

Bacaan Lainnya

“Hanya karena nama tuan tirani jahanam sudah tersemat dalam sukma, apa guna jika senyum pun tertawan setiap waktu”

Bumi Meeuwoo, 13/03/21

Berikan Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.