Arsitektur Tradisional Suku Tobati, Jayapura

Lukisan Kampung Tobati tahun 1887 (Das Pfahldorf)
Lukisan Kampung Tobati tahun 1887 (Das Pfahldorf)

Oleh: Abdul Muis

Letak Kampung Tobati dan Engros yang dekat dengan pusat Kota Jayapura berpengaruh dalam perkembangan permukimannya. Apa yang dikatakan oleh Rapoport (1997) bahwa kedekatan dengan hal khusus, prasarana dan sarana, iklim mikro dan kondisi topografi akan berpengaruh terhadap pemukiman. Sehingga dapat dilihat dari pengaruh lokasi terhadap perkembangan suku Tobati, antara lain terkait dengan prasarana dan sarana, pendidikan, perniagaan, hiburan, fasilitas sosial merupakan hal pokok yang memicu terjadinya perubahan suku Tobati disamping pada perubahan fisik pemukimannya.

Suku Tobati yang bermukim di Pesisir Teluk Yotefa seluas 1675 ha yang termasuk di wilayah distrik Jayapura Selatan Kotamadya Jayapura, membangun pemukiman di atas air laut. Salah satu pokok yang dihadapi penduduk asli Papua adalah, hal yang menyangkut hubungan antara manusia dengan tempat tinggalnya yang tidak terlepas pula dengan alamnya. Dapat dikatakan rumah atau tempat tinggal tidak terlepas dari alamnya, dikarenakan pandangan orang Papua secara umum yang dimaksud dengan rumah adalah alam sekitarnya dimana mereka hidup.

Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya ternyata bervariasi menurut siapa yang menghuninya, hal ini dikemukakan oleh Maslow sebagai suatu jenjang kebutuhan/hirarki kebutuhan berdasarkan tingkat intensitas dan arti penting dari kebutuhan dasar manusia, yaitu: Psychological needs, Safety or Security needs, and social needs.

Tinjauan tentang adat di sini, lebih mengarah pada perspektif ilmu antropologi yang secara garis besar terdapat dua aliran, berpolarisasi dalam teori kebudayaan yaitu aliran kognitivisme dan behaviorisme, serta di dalamnya terdapat beberapa tinjauan semacam simbolisme, fungsionalisme, strukturalisme dan lainnya.

Seperti yang diukatakan oleh John F.C. Turner dalam bukunya Freedom To Build, bahwa “Rumah adalah bagian yang utuh dari pemukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata, melainkan merupakan suatu proses, yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya, dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dari rumah adalah dampak terhadap penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selnjutnya dikatakan bahwa interaksi antara rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni, serta apa yang dilakukan penghuni tehadap rumahnya”.

Bacaan Lainnya

Sebagai perangkum berbagai pendapat tentang rumah, Johan mengemukakan konsep rumah total, yakni rumah harus selalu satu, utuh dan imbang antara manusia, rumah dengan alam sekitarnya. Selanjutnya secara tersistem konsep tersebut dijabarkan sebagai berikut:

Gagasan, perumahan bukan rumah karena tak dapat berdiri sendiri, saling membutuhkan dan adanya prasarana dan sarana.

Fungsi, produktif bukan hanya hunian rumah hanya dipakai sebagai hunian sulit dipertahankan sampai lama eksistensinya.

Pendekatan, beragam dimensi dinamis rumah hanya dipengaruhi oleh satu dimensi (teknik), tetapi ada dimensi lain yang sama pentingnya.

Wadah, menyatu dengan lingkungan saling tergantung dengan sekitarnya.

Kajian, dialog dengan gagasan dan keadaan perumahan dipahami dengan baik bila ada masukan timbal balik dari lapangan.

Jenis Arsitektur Papua (Suku Tobati)

Pada awalnya bangunan didirikan dengan konstruksi yang sangat sederhana. Rata-rata atap bangunan adalah pelana. Tata ruang dalam pada bangunan jenis ini telah telihat walaupun sangat sederhana yaitu sebagian besar untuk tidur/istirahat. Sedangkan aktivitas lainnya dilakukan di luar bangunan, atau di teras luar, material yang digunakan diperoleh dari apa yang tersedia di alam sekitarnya.

Dalam perkembangannya masyarakat Tobati mulai mengenal tingkatan/nilai-nilai aktivitas dalam bangunan, sehingga mulailah pembedaan penggunaan bangunan. Kemudian ada bangunan yang hanya untuk rumah tinggal (Sway) dan ada bangunan yang digunakan khusus sebagai tempat pemujaan dan upacara adat inisiasi (Mau/Kariwari) dan juga tempat untuk mencari atau menangkap ikan yang terletak di bawah rumah (Keramba).

Kampung Tobati tahun 1903, foto: KILTV
Kampung Tobati tahun 1903, foto: KILTV

Rumah Tinggal (Rumah Sway)

Rumah tinggal atau yang biasa disebut dengan rumah Sway merupakan pengembangan dari bentuk bangunan awal, dengan adanya pembagian ruang (ruang tamu, ruamg makan, ruang tidur). Atapnya pun mengalami perubahan menjadi limas an atau bentuk perisai. Sedangkan bangunan untuk pemujaan berbeda dengan rumah tinggal. Peruangan dalam bangunan ini hanya satu dengan fungsi untuk tempat inisiasi. Atapnya pun berbentuk limasan yang disusun tiga. Sedangkan bahan yang digunakan tetap mempertahankan bahan yang ada di sekitarnya.

Tata letak bangunan Rumah Sway adalah di pinggir/di tepi-tepi jalan utama pada pemukiman masyarakat Tobati, dengan orientasi bangunan kearah jalan utama, sehingga rumah saling berhadap-hadapan.

Tata letak ruang dalam bangunan Rumah Sway terdiri dari:

  1. Bilik/kamar tidur.
  2. Ruang tamu (teras penerima tamu).
  3. Dapur (ruang kerja para wanita).
  4. Teras belakang.

Ada pembagian ruangan menurut pembedaan gender pada pada rumah tinggal di Tobati yaitu:

  • Sebelah laut: selalu tempat kaum laki-laki.
  • Sebelah darat: tempat kaum wanita.

Tiap rumah memiliki pembagian kamar-kamar besar dan kamar-kamar kecil selain serambi muka atau teras yang menghadap ke jalan. Serambi depan untuk menerima tamu, dan juga sebagai tempat bekerja kaum laki-laki. Selanjutnya rumah itu terdapat dapur yang merupakan tempat kaum perempuan. Selain itu juga terdapat ruangan yang dipergunakan sebagai kamar mandi dan jamban.

Rumah Adat (Rumah Mau)

Rumah adat masyarakat Tobati adalah Rumah Mau yang berfungsi sebagai tempat upacara-upacara adat, berbentuk segi empat atau segi delapan. Bagian utama dari rumah adat ini terdiri dari tiga bagian yaitu kaki, badan dan kepala. Falsafah bangunan/Rumah Mau yang paling menonjol adalah terletak pada berbentuk limasan yang bersusun tiga, bahan atap yang terbuat dari daun sagu serta konstruksi atap yang bertumpu pada tiang utama dalam bangunan. Hirarki untuk ruang Mau hanya terdiri dari satu ruangan yang luas tanpa batas antar ruang.

Fungsinya adalah sebagai tempat untuk:

  1. Pesta adat.
  2. Ruang inisiasi/pendewasaan anak laki-laki.
  3. Penyimpanan benda-benda pusaka.
  4. Kandang Ikan Terapung (Keramba).

Keramba (kandang ikan terapung) terbuat dari batangan bamboo, jaring dan tali-temali. Keramba ini biasanya terletak dibawah rumah dengan jaring-jaring mengelilingi tiang-tiang rumah dan ada juga yang membuatnya terpisah. Fungsi dari keramba adalah untuk membudidayakan beberapa jenis ikan seperti ikan Bobara dan Samandar, maksudnya untuk persediaan pada saat tidak musim ikan. Keramba mempunyai fungsi lain sebagai tempat kurungan jenis-jenis ikan kecil yang kemudian akan mengundang predatornya berkeliaran disekeliling kandang. Kesempatan inilah yang digunakan untuk menangkap ikan.

Pola Pemukiman, Tata Letak Rumah dan Denah

Pola pemukiman secara umum telah disebutkan di atas, yakni adalah pola linear, hal itu merupakan pertimbangan terhadap tekanan angin, karena terletak di sepanjang pantai. Bentuk linear tadi dibuat tegak lurus dengan arah angin dan gelombang yang ada. Juga selain tanggapan terhadap terhadap iklim, bentuk dua deret dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan.

Rumah-rumah dibangun sejajar dalam formasi dua deret yang saling berhadapan, dimana jembatan yang dibangun diantara dua deret ini merupakan suatu kontak pandang, dari anggota keluarga yang sedang bersantai di beranda rumahnya. Maksudnya, bila ada wanga baru, dia akan selalu menjadi perhatian bagi orang kampung karera gerak langkahnya yang kaku, belum terbiasa dengan jembatan kayu. Selain itu, jembatan ini juga merupakan penghubung antara satu rumah dengan rumah lainnya. Pada bagian tengah jembatan dibuat panggung yang tebih luas, disebut “para­-para adat”. Bagian ini merupakan tempat musyawarah adat dan pertemuan-pertemuan khusus yang membicarakan kepentingan bersama masyarakat kampung.

Tata ruang dalam atau denah pada bangunan Rumah Sway terbagi atas bilik, ruang tamu, dapur dan teras belakang. Hampir semua semua kegiatan dilakukan di luar rumah sehingga rumah hanya menjadi tempat peristirahatan, tidak ada kegiatan yang sifatnya penting dilakukan di dalam rumah.

Identitas Lingkungan

Jika dipandang secara sepintas, memang hampir tidak ada perbedaan antara rumah orang Tobati dengan rumah orang bukan Tobati. Satu hal yang menunjukkan masih adanya gambaran mempengaruhi mereka dalam penyesuaian antara tempat tinggal dengan lingkungannya yang berkaitan erat pula dengan sosio kultural psikologi yang dianut oleh masyarakat suku Tobati seperti mengenai letak dan arah rumahnya membentuk kelompok-kelompok kekerabatan.

Menurut Repoport (1977), bahwa lingkungan terbangun menggambarkan berbagai petunjuk/tanda bagi perilaku penghuninya, karena hal itu dapat dilihat sebagai suatu bentuk komunikasi non verbal. Maka berdasarkan pola kognisi yang dipunyainya (seperti tertulis diatas), masyarakat Tobati mempunyai cara berkomunikasi melalui tatanan permukimannya. Dimana tujuan dasar dari permukimannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar, sedangkan kognisi diatas adalah adalah untuk kebutuhan rohani (keselamatan dan rejeki/kemakmuran).

Lingkungan (neighbourhood) mereka adalah homogenous sifatnya, ini dikarenakan sesuai dengan kriteria sebagai homogenous neighbourhood, yaitu:

Batas-batas wilayah yang luas,merupakan suatu kumpulan dari rumah-rumah dan ruangg-ruang dengan kualitas yang sama.

Level dari interaksi sosial adalah rendah, tetapi kebanyakan dari penghuni menyadari/mengetahui antara satu dengan yang lainnya.

Lingkungan keluarga begitu kuat dan familiar, orang-orang hidup dalam rumah yang sama. (exented family)

Bentuk keluarga Tobati ini adalah keluarga inti (nuclear family). Sifat virilokal begitu kuat, dimana biasanya keluarga baru ikut atau menetap atau bertempat tinggal dengan keluarga pihak suami.

Pemilihan lokasi tempat tinggal selain yang disebutkan di atas, pada dasarnya adalah dekat dengan keluarga dari keret masing-masing, ini dimaksudkan dengan kedekatan rumah tinggal dengan anggota keluarga yang lain maka keamanan (safet needs) dan kebersamaan (togetherness) serta solidaritas (solidarity) diantara mereka tetap terjaga.

Teknologi Konstruksi dan Material Bangunan

Material Bangunan

Bahan-bahan yang digunakan pada rumah tradisional Papua merupakan bahan-bahan yang sudah tersedia di alam.

Bahan-bahannya antara lain:

  • Bambu Kayu
  • Alang-alang, daun sagu sebagai sebagai atap
  • Pelepah pohon pinang hutan atau nibung
  • Pelepah pohon sagu dan daun pohon sagu sebagai atap

Konstruksi

  • Pengikat konstruksi berupa tali
  • Tidak ada struktur yang terkait secara kuat, semuanya bergantung pada kekuatan tali pengikat
  • Tidak membutuhkan fondasi (karena letaknya sebagian rumah terletak di laut (menjorok ke pantai)
  • Ada sebagian rumah menggunakan kuda-kuda sebagai penahan atap, dan sebagian lain menggunakan sistem rangka untuk menahan rangka.

Teknologi

Teknologi yang digunakan sangat sederhana dengan bahan-bahannya dan alat yang juga masih sangat sederhana. Seperti:

  • Untuk mengikat struktur masih menggunakan tali yang bahannya dari bahan alami
  • Dikerjakan secara manual dengan tangan tanpa adanya alat bantu yang memadai
  • Keluarga mendirikan sendiri rumahnya
  • Anyaman digunakan pada pembuatan atap alang-alang atau atap yang terbuat dari daun sagu

Cara Pembuatan

Dalam membuat rumah dibantu oleh semua penduduk disekitar dan juga seluruh anggota keluarga. Langkah-langkahnya adalah:

  • Membuat kerangka rumah dari kayu atau bamboo yang diikat dengan tali tanpa fondasi-untuk rumah suku tertentu alas rumah ditinggikan sampai lebih dari 1 m atau bahkan diatas pohon.
  • Membuat dinding pelepah pohon sagu atau nibung untuk dinding yang kemudian dipasang dengan mengikatkan pelepah atau nibung tersebut pada rangka.
  • Membuat atap dengan daun sagu atau alang-alang dan sejenisnya yang di sambung satu persatu dengan tali kemudian dijepit oleh dua buah bambu atau kayu menjadi satu deret.
  • Setelah terkumpul banyak deret daun untuk atap kemudian dipasang sebagaimana memasang dinding.
  • Ada sebagian yang memasang atap langsung tanpa disambung dulu

Aspek Kosmologi

Adat ritual merupakan perwujudan atau symbol dari adat yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Sedangkan adat itu sendiri dapat hadir karena tradisi yang telah berlangsung dalam masyarakat tersebut.

Mengenai pemukiman tradisional tentunya selalu dikaitkan dengan makna yang lebih dalam di balik arsitekturnya. Dari bentuk atap dapat menjadi gambaran dari bentuk utuh bangunan yang terdiri dari kaki, badan dan kepala, yang secara keseluruhan berarti menggambarkan hubungan harmonis antara alam raya sebagai makrokosmos dengan pencipta, juga alam raya dengan manusia.

Komunikasi menjadi sesuatu yang sangat ditekankan begitu juga privasi, hal itu terlihat dari peruntukan bangunan hanya untuk tempat tinggal, sedangkan upacara pendewasaan anak laki-laki upacara inisiasi sudah tidak ada dengan hilangnya rumah adat Mau.

Masyarakat Tobati terdiri dari beberapa keret yang mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal). Namun meskipun demikian, perbedaan keret tidak harus diwujudkan dalam fisik bangunan, hanya yang membedakan adalah ornament-ornamen yang menghiasi bangunan yang umumnya ornament tersebut berupa hiasan dari laut.

Untuk acara yang sifatnya sakral biasanya masyarakat Tobati menempatkan pada tempat yang disebut dengan para-para adat. Para-para adat menjadi hal yang pokok dikarenakan lenyapnya rumah Mau yang berfungsi sebagai tempat inisiasi anak laki-laki yang merupakan salah satu bentuk kegiatan adat ritual pokok yang telah lenyap seiring masuknya agama Kristen Protestan yang melarang dilakukannya inisiasi. Para-para adat dianggap sebagai tempat yang disucikan yang dalam arti simbolis saja. Oleh karena itu di dalam hal perawatan, perbaikan, pembongkaran, serta pembangunannya diawali dengan musyawarah adat yang dipimpin secara langsung oleh Ondoafi.

Tingkatan sosial dalam kehidupan Suku Tobati, terdiri dari beberapa keret yang mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal). Menurut struktur adat, pimpinan masyarakat Tobati menurut masing­-masing keret. Ondoafi dalam masyarakat Tobati antara lain Hamadi dan Ireuw. Keret-keret di masyrarakat Tobati lain, Dawir, Asor, Hababuk, Afaar, Mano dan Itar.

Perubahan Fungsi, Makna dan Bentuk Pada Arsitektur Rumah Tradisional Tobati

Perubahan di dalam masyarakat akan mempengaruhi fungsi dan makna dalam arsitektur tempat tinggal. Akan tetapi cukup sulit untuk menentukan secara tepat faktor penyebab terjadinya perubahan tersebut, karena ditengah-tengah kompleksitas eksistensi nilai, norma, pengetahuan dan teknologi baru. Beberapa ahli berpendapat bahwa terjadinya perubatan dalam masyarakat karena tumbuhnya ketidakpuasaan terhadap kondisi budaya tertentu, sebagian masyarakat lagi mengatakan bahwa adanya perkembangan teknologi baru. Kesemuanya ini adalah wajar, maka untuk menghindari pertentangan pendapat ini diambil secara umum saja.

Secara umum, perubahan yang terjadi dalam masyarakat Suku Tobati dapat sebabkan oleh:

  1. Penemuan baru (inventation)
  2. Pertumbuhan penduduk (population)
  3. Kebudayaan (cultural)

Akibat dari hal tersebut yang terjadi saat ini di desa Tobati dan Engros, rumah tradisional banyak yang telah mengalami perubahan dan bahkan hilang, sebab ­perubahan adalah sbb:

  1. Rumah dengan bentuk dan material, kcnstruksi yang digunakan asli
  2. Rumah dengan bentuk asli, tapi material sebagian hasil industrialisasi, konstruksi asli
  3. Rumah dengan bentuk asli, material asli, tapi konstruksi berubah/modern.
  4. Rumah dengan bentuk mengalami perubahan, material berubah, konstruksi asli.
  5. Rumah dengan bentuk berubah sama sekali, material berubah, konstruksi berubah.

Sejak kedatangan bangsa Eropa khususnya bangsa Belanda, rumah Mau dianggap berhala dan tidak sesuai dengan ajaran Kristen sehingga Rumah Mau dibinasakan, yang saat ini terlihat hanyalah sisa-sisa tiang-tiang kenangan.

Berikan Komentar Anda

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.