Oleh : Nomen Douw
Dua hari lalu, Pudidi Bunapa sembari mendegarkan alunan lagu Bob Marley berjudul ” Theree Little Birds”. Ia, menceriterakan tentang suporter Ajax Amsterdam yang menyanyikan lagu Three Little Birds saat menghadapi Manchester United di final Liga Europa pada tahun 2016/2017 silam.
“Lagu tersebut pernah dinyanyikan di dalam stadion-stadion di Eropa. Sebagai tanda kecintaan Bob Marley pada dunia persepakbolaan. Saya suka reggae jawa setelah Bob Marley, ada sedikit instrument berkhas traditional,” kata Pudidi.
“Kalau saya tidak. Sama saja. Reggae Papua bagaimana?” Sambung Berto usai mendengarkan penjelasan Pudidi.
“Saya belum ketemu. Kita [musik reggae di Papua] masih sangat kental [dengan jenis musik reggae dari] Afrika, Eropa dan Pacific,” jelas Pudidi.
Menaggapi Pudidi, Fredi Degei menjelaskan asal muasal musik reggae, pertamakali music reggae diciptakan dari Jamaica pada tahun 1960an. Di arasemen dan di sebarluaskan oleh Bob Marley dan teman-temannya.
“Dulu boleh sulit, sekarang music sudah sangat mudah. Ali2 kita hanya cukup menjadi konsumtif lagu. Belum ada modifikasi music yang bagus. Banyak kesalahan yang berbahaya, mungkin dari kacamata ahli music. Kota Ambon sudah menjadi kota music tapi Papua kota apa sekarang? tanya Fredi.
Bunapa menjawab pertanyaan Degei, kita [Orang Papua] punya alat music, seperti kaido dll. Kita bisa kaloborasikan dengan ketukan modern. Hanya saja kita mau sabar atau tidak. Banyak kelompok yang ingin sesuatu yang unik apalagi bagi para seniman luar negeri. Pasti mereka tertarik.
Dalam suasana diskusi yang asyik tiba-tiba Berto menunjukkan sebuah link berita, tentang pelabelan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dan Organisasi Papua Merdeka (TPNPB/OPM) sebagai teroris.
“Ada berita baru. Satu teman membagikan lik berita digroup WA “OPM resmi dilabeli teroris,” katanya.
Degei membalas, itu berita sudah minggu kemarin bro.
“Io, bagaimana itu ?” tanya Berto. Pudidipun memilih diam.
Sementara itu saya hanya menyimak diskusi yang semakin seru. Tapi karena mendengar pertanyaan tersebut. Saya berusaha menjelaskan kepada mereka sepemahaman saya tentang aturan pelabelan troris kepada TPNPB.
“Sesuai hukum international, teroris hanya dua di Indonesia, itu yang disebutkan kaka NP. Beberapa Jendral besar di Indonesia tidak setuju dengan lebel teroris juga. Tidak tau apa madsud dari lebel ini. Tapi yang pasti, ini adalah politik”, jelas saya.
“Saya sudah malas baca berita,” balas Pudidi lanjut bicara setelah saya.
Banyak berita provokatif, tapi tidak, untuk informasi tetap update. Dunia sudah digenggam android. Kita mesti ikut.
Tadi diskusi soal music baru sekarang tiba[sampai] di berita-berita. “Tidak masalah, inikan diskusi lintas merawat ingatan, ” Balas Berto. Kita tertawa rame-rame. sambil diriiringi Alunan Musik reggae yang dinyannyikan oleh legendari Bob Marley.
Lumayang duduk satu jam lebih. Asik sekali bersama lagu reggae Bob Marley. Kami bersahabat. Mencintai manusia dari manusia, bukan dari identitas politik, tidak.
Salam damai dalam music dan bukan teror dan criminal, kami mencintai perdamaian dingin. Tidak ingin perang.
Pokonya salam damai!!!