Komunitas Difalitera, Sediakan Sastra Suara untuk Penyandang Difabel Netra

Komunitas Baca Tunanetra Difalitera. Foto: Instagram @Difalitera.
Komunitas Baca Tunanetra Difalitera. Foto: Instagram @Difalitera.

Liputan6.com, Jakarta Sastra harus adil. Itulah sepenggal kalimat yang terucap dari Indah Darmastuti, pendiri Difalitera. Menurutnya, sastra harus dapat dinikmati oleh siapapun, termasuk para penyandang disabilitas netra, atau mereka yang terhambat penglihatannya.

Difalitera sendiri, merupakan suatu komunitas atau tim kerja, yang menyediakan berbagai karya sastra, seperti puisi, geguritan, cerita pendek, dan cerita anak yang dikemas dalam bentuk audio.

Indah mendirikan komunitas ini dengan tujuan memenuhi hak baca, terutama bacaan sastra untuk tunanetra.

“Difalitera sebagai wadah sastra karena mereka itu sangat minim untuk bisa mengakses ilmu pengetahuan, termasuk sastra,” ujar Indah saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, ditulis Jumat (05/02/2021).

Indah menjelaskan, karya yang telah dibuat Difalitera ke dalam bentuk audio, tidak terhitung jumlah tepatnya. “Banyak pastinya,” kata Indah.

Meskipun dibuat dalam bentuk audio, Indah menekankan, semua karya di Difalitera tidak hanya dinikmati para penyandang difabel netra. Namun, juga oleh masyarakat non-difabel.

Bacaan Lainnya

Didirikan pada 10 November 2018, hingga saat ini Difalitera memiliki enam narator, atau pembaca karya. Mereka, akan membacakan karya-karya dari penulis, yang mengizinkan karyanya untuk diubah dalam bentuk audio books.

Para penulis, disebut Indah, bisa berasal dari mana saja. “Ada dari teman-teman penulis ku, ada juga yang dapat kiriman, teman-teman difabel netra juga pernah ada yang kirim tulisannya,” jelas Indah.

Untuk karya yang dimuat, menurut Indah, tidak ada kriteria khusus tertentu. “Tidak juga harus tentang difabel, boleh apapun asal bagus. Kalau aku sendiri, lebih suka yang bermuatan lokalitas. Tapi kalau ada yang out of the box, itu tidak apa,” ujarnya.

“Aku menggunakan hak prerogatif ku, artinya sesuai selera ku, selama oke, tayang,” tambahnya.

Uniknya, hampir seluruh tim kerja Difalitera tidak pernah bertemu satu sama lain secara langsung. Hal tersebut, karena faktor tempat tinggal mereka yang tersebar di berbagai wilayah.

“Editor ku dua, dari Purwodadi dan London, tidak pernah saling betemu, dengan naratornya juga tidak pernah, begitupun dengan 6 narator, mereka tidak pernah saling bertemu. Jadi dengan adanya Covid-19, itu tidak ngaruh,” kata Indah.

Selain itu, Indah menjelaskan, Difalitera juga membawa misi untuk melestarikan bahasa daerah yang dimiliki Indonesia.

Maka dari itu, Difalitera menghadirkan konten bernama Cerita Cekak, yang memuat berbagai karya, yang menggunakan bahasa dari berbagai daerah di Indonesia.

“Jadi itu khusus menanpung sastra nusantara yang menggunakan bahasa-bahasa daerah,” ujar Indah.

Saat ini, Difalitera membuka peluang orang lain untuk berpartisipasi, bergabung menjadi volunteer untuk berbagai posisi di Difalitera.

“Ada narator, penulis, kebanyakan saat ini volunteer untuk dua itu, aku belum menemukan yang melamar untuk posisi Ilustrator musik, atau editor,” jelas Indah.

Untuk seseorang yang ingin bergabung menjadi volunteer, bisa menghubungi Indah lewat direct massage di akun Instagram @indah.darmastuti atau @difalitera.

“Nanti pasti aku tanggapi, tapi aku sering mendapati, dia itu minat, lalu aku coba kasih naskah ke dia, tapi lama dibacanya, alasannya ada saja. Itu aku akan kasih waktu dua minggu, kalau tidak ada usaha untuk merekam, itu aku tolak, naskahnya aku tarik,” cerita Indah.

Selain dengan volunteer, Difalitera disebut Indah, juga kerap bekerja sama dengan komunitas lain, seperti Intersastra.

“Intersastra itu digarap oleh kawan ku yang dari Norwegia, di sana ada cerita pendek dari bahasa Indonesia dan Inggris. Lalu karena kerja sama, itu mereka mengizinkan karya di sana digarap untuk menjadi audio books,” ujarnya.

Untuk bisa mendengarkan Difalitera, Indah menjelaskan bisa dengan mengakses langsung situs Difalitera.org, ataupun lewat platform seperti Spotify, dengan nama sama, Difalitera.

 

(Penulis: Rizki Febianto)

 

Sumber ; www.liputan6.com

Berikan Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.