Oleh :Manoge Hay
Kaka,ade, tanta, om, mari kita simak tulisan ini, namun sebelumnya membaca habis tulisan ini saya mengajak kepada kita semua untuk mengerti dulu apa itu cafe dan dan para-para. Tapi dalam tulisan ini, sa akan sedikit memulai dengan sa pu pengalaman awal masuk dicafé hingga memaknai manfaatnya serta secuil rekomendasi bagi para pemangku kepentingan di Tanah Papua seperti Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Kesenian, DPRP agar mereka memikirkan, mendikusikan dan membuat aturan terkait dengan tong pu, kebiasaan hidup yang tergerus oleh arus modernitas ini.
Selain para-para misalanya lagu-lagu daerah yang jarang lagi tong dengar di café cafe, di mobil, taksi, hotel hotel, toko toko, penjualan kaset dsb. Dalam tulisan ini bukan saya melarang café harus didirikan atau tidak.Atau para para tidak perlu.Tapi saya melihat ada kesamaan antara café dan para-para.Selain kesamaan juga ada keunggulan masing-masing dari kedua tempat ini.Dampak dari kehadiran café ini juga perlahan menggerus kebiasaan bersantai di rumah. Kita hadir dengan cost yang begitu mahal. Tapi kebiasaan kita nongkrong di para para perlahan mulai tergerus entalah. Bagaimana isi tulisan ini dan seperti apa mari kita siamak bersama ulasannya.
***
Wikipedia menerangkan pengeritan dari café Kafe dari (bahasa Perancis: café) secara harfiah adalah (minuman) kopi, tetapi kemudian menjadi tempat untuk minum-minum yang bukan hanya kopi, tetapi juga minuman lainnya termasuk minuman yang beralkohol rendah. Di Indonesia, kafeberarti semacam tempat sederhana, tetapi cukup menarik untuk makan makanan ringan.
Sementara istilah para-para ini familiar di kalangan orang Papua untuk berkumpul bersama dan menyelesaikan berbagai macam permasalahan, bersantai,baiksecara individu keluarga.JadiPara-para adalah tempat bersantai, berdiskusi orang Papua, dan sebagainya.
Jadi kedua tempat ini Intinya bahwa ada untuk orang bisa ngbrol, berdiskusi, dan bikin apa saja.Namun ada ketentuannya yang harus dipatuhi oleh pengunjung ketika masuk ke café maupun ketika duduk di para-para.
Berikut pengalaman saya ketika awal masuk ke café.Saya baru melihat cafe setalah tiba di Kabupaten Nabire Papua tahun 2007 silam.Sebelumnya saya buta sekali dengan cafe. Apa itu cafe ?bagaimana modelnya ? apa saja yang ada didalam café ?Setahu saya cafe sama saja dengan para-para atau teras rumah, tempat nongkrong keluarga sanak saudara dan sahabat.
Selama tinggal di Kota Nabire sejak Tahun 2007-2010, aktivitas saya masih seperti di kampung.Duduk di para-para, bersama teman menghabisakan waktu bersama sambil berbagai cerita seperti laiknya orang Papua lainnya.Masa-masa itu, tempat nongkrong kami di teras asrama atau di para-para disamping asrama.
Setiba di Jayapura pada tahun 2010 belum juga saya menginjakkan kaki di café.Saya baru mengenal café tahun 2013 setelah menjadi jurnalis untuk mencari wifi sambil menulis berita dan mengirim berita.Jika tidak di café saya menghabiskan waktu di warnet (Warung Internet.Dari tahun 2010-2012 saya belum menginjakkan kaki di café.Persis Tahun 2013 saya menginjakkan kaki di café di Angelus di Waena(sudah tutup sekarang).
Suasana café sangat berbeda dengan suasana di para-para ketika duduk bersama dengan sanak saudara dan teman.Ketika saya masuk ke café sedikit kaku karena tempat yang ditata otomatis tidak bias diotak atik. Sebab di café dilengkapi dengan ornament-ornament, music, kemudian dipajang juga AC. Saya mengalami suasana yang berbeda dengan suasana ketika berada di para-para.
Pertama harga minuman Kopiyang sangat mahal, kopi secangkir Rp 30 ribu, es jeruk Rp. 20.000 belum lagi ditambah makan siang. Kedua waktu untuk bersantai dibatasi tidak bisa sampai larut malam.Walau ada café yang larut malam tapi itu kebanyak dijumpai di bar bar, tempat bernyanyi dilengkapi dengan ladies ladiesnya.Ketika itu sa hanya bisa terkejut, sebab berbeda ketika sa duduk di para-para.
Ketika duduk di café satu hal yang membuat saya tidak terima adalah tidak ada lagu papua yang diputarkan music-music khas Papua, padahal cefe tersebut berada di Jayapura, Papua.Tapi seakan kita ada di dunia barat atau di Jakarta.Lagu-lagu yang mendominasi justru lagu barat, barat dan Indonesia.Kemudian Kalau di café harus mengikuti kemaun dari pemilik ataupun operator.Di café justru kita dibatasi dengan waktu dan mengeluarkan biaya yang mahal.Tapi sekarang justru banyak orang minatinya ketimbang ke para-para.
Kalau di para-para sabisa dapat teh gratis, kue, bisa beriskudi panjang lebar tidak seperti di café-café yang ada. Kalau di para para kita memutar musiknya sebebas bebasnya.Kalau di para para kita suka bercada ria MOP, diskusi tanpa batasan waktu.
Saya menyadari bahwa kita tidak bisa menangkal perubahan yang masuk begitu cepat.Tantagannya adalah bagaimana justru kita menyesuaikan diri dengan perubahan dan mampu memilih-milih dan memilah-milah mana hal baik dan mana hal yang buruk bagi kami.
Papua akan semakin maju, tantangannya adalah ketika orang Papua siap mengahadapi perubahan maka mereka bisa memilah milah mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. Sebab tantangan yang kita hadapi bukan sekedar merubah cara pandang kita namun perilaku hidup bersosial. Bagaimana kita menyikapi dinamika social contoh kecilnya ialah para para dan café café yang marak berkembang belakangan ini.
Banyak orang beranggapan, kalau café yang tempat hiburan, diskotik, minibar, black boks, khusus buat kota kota yang berkembang atau kota kota besar itu sesuatu yang positif. Karena tipikal kota berkembang, semua aspek ada yang baik maupun buruk. Dengan adanya café bisamenjadi tempat untuk orang buang sial, setelah kerja, melepaskan penat, dari sisi postif.Sisi negatife tempa-tempat itu ada perempuan, minum terkontrol, mengancam nyawa yang berujung pada kekeringan dompet. Di kota berkembang itu wajar.
Kalau Praktek-praktek semacam ini dibangun ini tidak tepat dibangun di kabupaten pemekaran baru mayoritas orang Papua, sebab bisa memberikan efek yang buruk.Oleh sebab itu harus dilakukan pendidikan literasi bagi anak-anak muda atau masyarakat di kampung-kampung terkait tantangan hidup ditengah moderenisme kedepan.Dan harus ada regulasi cukup untuk membedung arus moderenisme ini.Selain itu bagaiman menyiapkan masyarkat adat untuk bersaing dengan orang orang dari luar Papua.
Maraknya Café di ktoa Jayapura itu wajar karena tuntutan ekonomi. Konsekwensi dari kota berkembang, apabila dikaitkan dengan konsep para-para rata rata di para para menyajikan kebuthan, siap saji, tinggal dintegrasikan antara konsep café dengan konsep para para. Agar kelihatan kepapuaan musti siapkan wifi, dan menu menu local papua agar ada keuntungan yang didapatkan oleh pemilik para-para. Dengan sendirinya ekonomi di perkampungan itu akan meningkat minimal dari keluarga.
Para-para adat wajib dibangun di pusat pusat kota. Jarang ada yang buat tempat masyarakat buat saya jarang ketemu.Kota jayapura barometer Papua.Oleh sebab itu para para-adat yang terintegarasi dengan café itu bisa didirikan.
Pergeseran Nilai Budaya
Setiap perubahan yang masuk, apalagi tanpa regulasi yang bagus otomatis akan membawa dampak buruk bagi masyarakat itu sendiri. Hal yang paling buruk barang kali kebudayaan satu masyarkat itu hancur karena tidak dicegah sejak dini.
Tantangannya bagaimana pembangunan itu masuk tetapi kearifan lokla itu bisa dijaga dimana saja dan kapan saja.Salah satu contoh kecil dari kahasus khasus besar ialah antara café dan para-para. Pertanyaanya bagaiman membagun kota berbasi budaya ?Bagaimana membangun kota berbasis budaya tidak bisa pemilik dilakukan oleh pemilik café sebaba mereka akan menata seindah mungkin untuk menarik simpati orang. Kecuali ada regulasi yang mengatur megenai motif café selama tidak ada tidak bisa.
Karena pelaku ekonomi mencari keuntungan.Para para adat café.Di masyarakat sebelum pemerintah ada tempat ini membicarakan masalah di atur jelas, itu ada tinggal satu dampak yang tidak bisa kita tolak.
Orang akan berfikir hidup semua akan individu. Tidak ada rumah khusus laki laki, laki laki bisa menampung tamu yang dating disana mereka bicara disana.Tidakbisa bicarakan di rumah perempuan untuk meminimlisir perempuan.
Untuk mengatasi pergeseran Budaya makaSaat ini yang harus bicarakan sediakan tempat akses dating duduk. Hal seperti ini harus dipikir oleh lembaga lembaga kultural misalnya Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Kesenian Tanah Papua, kemudian Komunitas Komunitas, lembaga bicara masyarkat adat tetapi mereka penyalahgunaan wewenang merekalah yang harus beperan penting.
Dari pengelaman diatasorang Papua sedang terjadi pergeseran kebiasaan hidup di kalangan orang Papua yang begitu dasyat. Perubahan itu terpacar dengan membludaknya café-café di Tanah air West Papua.
Kehadiran café-café secara ekonomis menguntukan, tetapi dilain sisi mengancam kebiasaan yang telah tebagun lama di dalam kehidupan orang Papua.Yakni duduk bersama dengan keluarga, sambil itupun sekarang tergerus karena membludaknya café café.
Pertama kita terhegemoni dengan konsep orang barat seharian menghabiskan waktu di café.Padahal sebagai orang yang berjiwa social kita diajak untuk bersolider dengan berbagai macam orang yang berbeda beda.
Hampir sebagian besar orang Papua memunyai konsep para-para, dan duduk diteras rumah sambil bercada gurau bersama keluaraga.Para-para merupakan tempat menimba ilmu tradisional, menyelesaikan masalah, bertukar fikiran dan sebagainya yang memang sudah ada.Dan sayangnya hal ini perlahan mulai tergeser.
Barang siapa yang tidak pede ketika duduk di para para atau merasa gengsi, tentunya ia secara tidak alngsung, menyakal kebiasaan itu. Padahal kebiasaa orang papua itu yang harus menjadi patokan rujukan dalam pengembangan café café di Tanah air.
Kolaborasi konsep para para dan café
Dalam café minimal representase dari ciri khas orang papua itu ada mulai dari tata hias.Selain ciri khas bagaimana lagu lagu papua dipasang, makan local Papua.Pemilik café membuka ruang bagi senima khusus untuk menampilkan karya mereka disana.Karya yang dimaksudkan yakni karya seni tradisional yang membangun kebudayaan local.
Para-para dan café memunyai kesamaan kesamaan tempat untuk orang duduk berceritera.Café dalam pemaknaan budayanya tidak tercermin.Apabila ornamentnya ditata sesuai dengan papua sedikit mencerminkan kepapuaan.
Untuk mendirikancaféatau[un para para harus diseusaikan dengan kebutuhan konsument. Para para harus melihat kebutuhan konsumen karena berpengaruh kehadiran pengujung.Sebab selama ini di Café orang merasa nyaman. Untuk memacu kenyamana tegantung konsumen nyaman tempat bagus otomatis orang akan datang banyak.
Kalau di Pulau jawa punya lesehan lesehan ada.Ada beberapa orang tertentu yang senang.Tidak selamanya orang papua ada, konsep café para para ada disesuaikan dengan konsument.Bisa di padukan kembali konsumen, proses pembangunan café pola para para dan café moderena diadakan.Darisitulah baru konsumen akan menentukan pilihannya apakah mau ke para para atau café.
Kalau kebiasaan di para-para dan di café selain itu para para kebiasaan tegur sapa, hamper mirip dicafe. Toh untuk para para adat di kaji dan dibuat konsument, jangan sampai kita peratahankan para para adat tapi kemudian pelangang tidak dating meudian memegaruhi nilai ekonomis.
Melstarikan budaya para para adat kembali ke masyarkat sendiri punya keinginan untuk menylsaikan, kedua mesti ada peran aktif dari mrp dewan kesenian sosialisasi agar masyarkat tidak melupakan honai laki laki dan perempuan.
Saya khwatir hal hal yang harus kita pegang itu kita anggap kuno padahal barang barang itu kita bisa jadikan panduan..kalau kita pegang budaya kia bisa menjadi orang yang hidp lama. Café diskotik penting harus bikin para para adat.
Satu contoh orang Tabi setiap tempat Yoka, Tobati, Enggros,Sentani, Genyem, Nimboton, Sarrmi, biak, serui, masih merawat tradisi para para adat ketika memunyai maslah mereka bicara. Tapi tamu datang juga mereka menerima di para para ini bagian yang bagus untuk lembaga adat mengkaji.Kalau mau mengankat konsep para para paling tidak seperti itu.