Papua Merdeka; Antara Filosofi Mee Dan Generasi Rehabilitasi

Pakaian Adat Suku Mee Paniai (Foto:Dok.PapuaLives)
Pakaian Adat Suku Mee Paniai (Foto:Dok.PapuaLives)

Papua Merdeka, Antara Filosofi Mee Dan Generasi Rehabilitasi

( Melihat Masa Depan Papua Merdeka Dengan Konsep Rehabilitasi Generasi)

Oleh : Mecky Tebay *)

Ada sebuah dasar kokoh yang menjadi sebuah doktrin dari leluhur suku Mee. Bagaimana kita diajarkan (sebelum injil masuk) sesungguhnya “Maa Ko Maa, Puyaa Ko Puyaa. Akiya Ko Akiya, Aniya Ko Aniya. Piyoo Ko Piyoo, Daa Ko Daa” dan sesudah injil masuk juga di dibicarakan bahwa “Benar Tetap Benar, Salah Tetap Salah. Saya Punya Tetap Saya Punya Dan Kamu Punya Tetap Kamu Punya Dan Yang Bisa Dilakukan Itu Lakukan Dan Yang Dilarang Itu Sama Sekali Tidak Diperbolehkan”. Melihat sejuah pondasi budaya leluhur yang ada sepertinya kita kokoh mengalahkan batu karang apapun itu.

Dalam renik-pelik perkembangan teknologi informasi di generasi saat ini, sebagai anak adat  tentunya mempunyai tatanan budaya yang kaya dari warisan leluhur saya ( yang selanjutnya disebut penulis) seharusnya bangga tentang ini. Dengan segala hikmat penulis ingin merekomendasikan bahwa filosofi yang sudah dibangun dari leluhur Mee adalah saran dari Tuhan yang akrabnya “Ugatamee” sendiri itu mempunyai nilai-nilai secara tersirat makna besar untuk kehidupan. Sebuah dasar yang sudah terbukti pengaplikasiannya dalam perkembangan zaman peradaban orang Mee.

Ada banyak dari bagian kita yang betul-betul gagal paham sebenarnya makna dari Papua Merdeka, apalagi kaum hamba Tuhan dan segelintir manusia perihal perlawanan perut.  Banyak dari generasi saat ini lebih terobsesi budaya luar dibanding yang sudah ada dari dulu. Apa itu sudah dianggap basih? Ya. Itu fakta dan tidak bisa diganggu gugat. Seiring moderninasi merubah tatanan adat dan budaya, agama dijunjung namun selama kebenaran masih dibungkam demi melindungi pemerintah ( karena disebut wakil Allah), maka selama itu juga kita telah memerkosa hukum budaya yang menjadi tuan selama ini.

Bacaan Lainnya

Melihat unsur penting budaya dan hukum Tuhan (dalam Alkitab) sesungguhnya hampir sebagian catatan memuat bahwa 80% jika benar tetap benar dan jika salah tetap itu salah. Berdasarkan fakta kita dituntut untuk berbicara dan mengedepankan visi kemanusian yang tinggi, namun mengapa masih ada utusan Tuhan ataupun siapa mereka yang terlahir sebagai manusia hitam kulit dan keriting rambut masih saja  terbilang berdarah “Yudas”.

Ada beberapa point-poin yang penulis berusaha menjabarkan dalam kalimat sederhana ini!

  1. PAPUA MERDEKA DALAM DOKTRIN BUDAYA

Belajar banyak dari seorang Mahatdma Gandhi yang melawan penjajahan inggris dengan segala kebudayaannya dengan istilah “Swadeshi atau Swadesi” berarti negara sendiri.  Mahatma gandhi memercayai jika swadesi merupakan kunci kemerdakan karena kendali Inggri atas India berakar dari kendali industri pribumi ( Masyarakat India). Kunci gerakan ini adalah bagaimana memobilisasi masa  untuk mencintai produk-prduk hasil tanah airnya sendiri ( Mulai dari pakaian, makanan, tindakan, penyelesaian hukum dan lain-lain) karena dipercaya mampu memboikot produk asing.

 

Dimata penulis ada salah satu cara yang terbaik dilakukan seorang mahatma gandhi adalah bagaimana melepaskan pakaian ( Buatan kolonial Inggris)  yang dipakai, lalu mengenangkan kembali  Baju Adat Selendang Putih dari india. Gerakan ini dinilai mempunyai dampak yang besar dalam mematahkan pergerakan penjajah. Ada pelajaran yang harus diikuti dari sini, sebagai generasi bagaimana kita harus memberikan kontribusi besar bagi negara kita sendiri dengan cara Swadesi. Semua dari kecil sampai besar, kaya ataupun miskin, intinya kita yang berambut keriting, kulit hitam harus betul-betul mengilhami kemerdekaan yang sungguh dengan memberikan apa yang seharusnya diberika kepada kaisar seperti sabdaNya.

 

Ada satu pernyataan Pdt Benny Giyai yang masih tergiang meluluhkan “ Ko Mo Gubernur Ka, Bupati Ka, Dpr Ka, Guru Ka, Apapun Itu Ko Pu Status, Selama Ko Masih Dalam Bingkai NKRI Ini, Ko Inggat Kita Ibarat Bergaya Dalam Penjara”. Kalimat ini seakan mengajak kita bahwa sadar adalah solusi paling terbaik. Disini juga Melepaskan Jabatan koloni, berkampanye budaya ( Pegunungan-Koteka. Pesisir-Cawat). Kita meninggalkan seluruh yang berkaitan dengan sistim koloni yang mengikat.

 

Perkembangan Politik dewasa ini sangat panas, apalagi tentang ideologi. Jika saja ada diantara masyarakat Papua ( Mau DPR ka, Bupati Ka, Gubernur Ka, PNS ka,) yang sama sekali tidak mengikuti kaidah budaya “Akiya Ko Akiya-Aniya Ko Aniya. Maa Ko Maa – Puyaa Ko Puya. Piyo Ko Piyo-Daa Ko Daa” ini sebut saja adalah keriting berdarah Yudas. Dalam perjalanan agama yang ada juga sering kita dengar “ Apa Yang Kaisar Punya berikanlah kepada Kaisar”. Oleh karena itu, selama orang papua tidak mau memberikan (Melepaskan Baju Garuda) kepada penjajah maka selama itupun kemerdekaan akan menjadi bunga tidur yang abadi.

 

  1. PAPUA MERDEKA DALAM DOKTRIN AGAMA

 

Seorang aktifis sekaligus pejuang ploklamator kemerdekaan Amerika Serikat, Marthen Luter King Jr adalah Pastor Gereja Baptis. Salah satu pejuang yang memperjuangkan hak masyarakatnya melalui gerakan-gerakan yang dibangun untuk memungut hak masyarakatnya di tahun 1954. Pastor dengan gerakannya berhasil membangun jemaat yang sadar bahwa mereka sedang ditindas. Alhasil bannyak gerakan yang melawan dan meminta haknya sejak itu. Oraet labora “berdoa dan bekerja”. Manusia mempunyai tingkat kesadaran yang normal, jika kita berdoa harus bersamaan dengan kerja, mau ataupun tidak, ingat tanpa melibatkan satu sisi, kita tidak akan berhasil. Jadi dua-duanya harus bersamaan.

Bedah dengan yang di Papua saat ini! Ada pengalaman pribadi penulis ketika berkunjung disalah satu gereja protestan, kala itu. Disela-sela penyampaian khotba ada tiga kalimat yang panas dalam hati, membuat gelisa rasanya. Poin-poin ini seakan membentak umat Tuhan, bahwa (1) Ingat Pemerinta Adalah Wakil Allah (2) Barangsiapa yang menyeruhkan Papua Merdeka dia sudah termasuk bagian Api Neraka (3) Perjuangan Papua Merdeka itu tidak penting namun masalah keselamatan adalah hal penting.

 

Tiga makna provokasih yang serta-merta membunuh perasaan dan membelokan pikiran umat untuk tidak serius melihat kondisi dan realita selama ini. Sejenak penulis berfikir apakah diseluruh tanah papua yang duluhnya diberikati Tuhan ini telah sogok Iblis? Sebuah kontemplasi yang menyiksa bagaimana realita hamba-hambanya kembali memerkosa kebenaran yang hakiki dengan selembut rupiah.

 

  • Pemerintah adalah wakil Allah. Sudah jelas pemerintah adalah wakil Allah namun penyelesain tanah papua terus disogok demi perut. Bisa terjadi kebanyakan hamba tuha di gaji dari pemerintah agar setiap hal kebijakan yang dibuat terus dijunjung. Karena Papua telah memercayai hamba Tuhan dari pada pemerintah. Inilah salah satu kebusukan hamba tuhan yang ada.
  • Dilarang berbicara Papua Merdeka dalam mimbar gereja! Menyerukan berarti sudah berada pada tahap api nereka. Inilah doktrin yang paling kejam. Padahal hamba Tuhan menyampaikan kebenaran yang memuat suatu undang-undang kebenaran yang sungguh. Ada apa? Sepertinya mereka adalah dunia setengah binatang bukan lagi hamba-nya. Inilah yang pada akhirnya seluruh hamba Tuhan didoktrin untuk tidak perna menceritakan realita diatas panggung mimbar Tuhan
  • Papua merdeka itu tidak penting tapi keselamatan itu tidak penting! Dengar penulis mau menyampaikan sebenarnya keselamatan itu memiliki makna ganda “selamat dari penjajahan-selamat ketika nanti kita wafat” Papua merdeka itu berbicara tentang manusia serta alamnya. Jadi berbicara tentang kemanusian itu fakta bahwa kita telah menjalankan visi yang jelas dari Tuhan

Melihat situasi saat ini kita bisa saja mengklaim bahwa Agama kembali memperbudak dan menjajah seluruh pikiran umat melalui sogokan iblis itu sendiri.

  1. SARAN DAN REKOMENDASI

Sebuah Kontemplasi dasar bagi generasi saat ini bahwa Papua merdeka adalah salah satu hak yang perlu direbut kembali dari penjajahan indonesia saat ini. Maka iitu ijinkan penulis memberikan rekomendasi yang sesederhana mungkin (Menurut pikiran Penulis) kepada pembaca dimanapun kalian berada. Ada beberapa poin-poin yang harus kita simak dan siapkan mulai dari sekarang yakni ;

  • Menyiapkan Generasi yang sepaham tentang mewujudkan Politik Papua Merdeka dalam 10-20 Tahun kedepannya. Ini perlu dibina mulai dari sekarang. ( Urusan Politik Negara).
  • Menyiapkan Generasi yang sepaham tentang Mempersuaikan umat Tuhan mewujudkan papua merdeka dalam 10-20 tahun kedepannya. Ini perlu dibina dari sekarang ( Urusan Agama) demi menjaga provokator terkiat dengan mematikan paradigma berfikir keselamatan untuk surga yang dicapai.
  • Menyiapkan generasi yang sepaham tentang memboikot produksi asing demi mewujudkan papua merdeka dalam 10-20 tahun kedepannya. Ini perlu dibina mulai dari sekarang. ( Urusan Ekonomi Rakyat) demi memboikot perlawanan melalui produksi dari luar terotori west Papua.
  • Menyiapakan Generasi yang sepaham tentang suatu perlawanan mewujudkan papua merdeka dalam 10-20 tahun kedepannya, ini perlu dibina mulai dari sekarang. ( urusan budaya).

 

Dengan segalah rendah hati penulis berharap ini bisa menjadi kontrubis awal menyiapkan generasi merdeka untuk  satu tujuan yakni kelak akan ada kejora yang melambai-lambai di langit koreri.

 

Holandia, 21 Juli 2021

Berikan Komentar Anda

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.