Oleh : Agusta You
Puisi ini dipersembahkan untuk para Guru di daerah terpencil dipedalaman Papua, karena demi memanusiakan manusia hidup mereka pun dipertaruhkan. Bagaimana tangan mereka dalam abdikan dirinya sebagai seorang Guru sedikitnya saya merefleksikan dan dikemas dalam untaian kata Puisi ini :
Di ujung Gunung Cartenz kau ditempa dengan setitik pengalaman,
Di lorong hantu, mama gantung, hutan lebat tanjakan panjang, jalannya lonsor, jembatan rotan, dan jurang kau lewati dengan tabah
Mantra sakti di ujung salat didengar pemilik langit Akhirnya kau diterima jadi pengabdi tanpa koma
Ransel kumuh berisi buku tua melekat erat di bahu kau mulai menata kisah
Malam itu, ketika burung kondor kembali ke sarang kau datang padaku
Semangat cita gegap gempita,
mohon izin untuk mengejar asa yang terlanjur tertoreh di buku saku
Ku lihat bulan seolah buram di matamu
Hatiku ngilu mengulum harapan
Aku tak mampu membedung angin memikul mendung yang menggulung
Sebelum kau ayun langkah ke negeri cenderawasih, aku menerka
betapa jiwamu tabah dalam membuka katupan bola mata para bocah bocah tertinggal
Tak pernah terbetik dalam angan tentang semangat baja,
ketika kau mendengar ocehan pengabdian saat di bangku kuliah
Niat suci membangun negeri di Negeri Amungsa bumi Kamoro telah menoreh cerita biru
Pengabdi negeri di bumi Mimika, digilir dua musim dalam masa panjang
Perjalanan menuju tugas kau tempuh berjam-jam jalan kaki naik turun gunung
Hutan berkelok kau susur dengan sepatu kusam
Amungsa bumi Kamoro kau daki dengan kaki bertelapak baja
Murid murid berseragam campuran mengiba ilmu bekal yang kau bawa
Diantara bangku kusam kau bak pahlawan pulang dari perang
Di antara ilalang menua kau buka mata mereka tanpa pamrih.
Wahai pengabdi tak bernomor induk dan sertifikasi
Kau terabaikan oleh zaman yang menggila
Kawan mu di negeri ini dengan sepatu mengkilap menyusur kisah
mereka menunggang kuda bernomor
Kau pengabdi jujur meniti kariir di pucuk cenderawasih Sabarlah dalam cita dan pengabdian Biarla bulan dan matahari merekam cerita dan derita menderamu.
(Penyair : Seorang Guru SD yang kini sedang bertugas di sebuah daerah terpencil di Mimika Papua)