Oleh: Emanuel Magai
Hujan lebat mengguyur membasahi bumi sekitarkota Jayapura. Setiap butiran bagai bola Kristal yang jatuh dari langit pecah di tanah dedaunan pohon juga, rumah juga bangunan beton yang tinggi dan menjulang.
Pesona gunung Ciklop hilang lenyap sekejab di balik kabut tebal agak kehitaman yang mengelimuti kota Jayapura sejak pagi tadi. Sepertinya sang surya pun tidak ingin menampakan dirinya.Hilang dibalik awan tebal.
Hari ini hujan bagai penguasa atas bumi yang tampa hentinya menghujam bumi setiap butirannya. Aku menepih di emperan toko kota Jayapura. Banyak orang yang mengunakan kendaran bermotor menepi disepanjang emperan toko hampir penuh dengan manusia.
Banyak kegiatan macet hari ini, ada yang mengeluh karena ada rapat penting. Ada yang mengeluh karena ada janjian dengan teman temnanya untuk rekreasi.
Ada juga pasangan yang sedang jalan-jalan romantic, tapi terhenti karena hujan lebat. Tapi tidak dengan hewan dan tumbuhan hujan adalah berkat bagi mereka untuk pertumbuhan mereka.
Begitulah kehidupan kadang senang kadang tidak, tapi yang paling utama adalah bersukur atas apapuan yang terjadi.
“Kenapa hujan lagi kah..? aku tidak mau mengingatnya”,cetusku dengan waja kesal, sambil mengeluarkan sebatang rokok dan korek untuk aku isap sekedar menghangatkan tubuhku.
Aku punya certita tersendiri dengan wanita yang aku cintai dulu. Setiap kali hujan turun aku pasti mengingat tentang kenangaku bersama dia wanita yang dulu sangat aku cintai. Inilah ceritanya. Begini ceritanya.
***
Waktu itu kala sore kami mengunjungi Goa Maria di Buper, Waena Distrik Heram Kota Jayapura. Di situ kami menyapu dedaunan kering pohon dan daun bambu yang bertebaran di sekitaran halaman goa. Untuk membersihkannya kami membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk menyapu bersih halaman goa.
Aku melihat Marta mulai kecapean, itu bisa ku ketahui dari tangannya yang sering ganti – ganti pegangan sapu dan kebanyakan berdiri.
“Kamu cape! Tidak papa kamu istirahat dulu nanti sisanya aku akan menyapunya sendiri,” pintaku duduk.
“Ahh, ini sebentar lagi selesai, apa yang kita mulai sama -sama kita harus akhiripun sama – sama”, ucapnya sambil mengeratkan pegangan sapunya.
Aku hanya diam tersenyum saja dan melanjutkan menyapu. Setelah kami selesai menyapu Kami duduk istirahat sejenak menuggak air mineral yang kami bawa.
Setelah marta menarik nafas panjang dan memandangku serius Marta bertanya padaku. “Apa yang kamu rasakan disini?” sepertinya Marta inign mengetahui perasaanku yang sebenarnya.
“Ada rasa legahnya setelah kita menyapu lapangan ini.udarahnya sangat sejuk. Dan yang paling utama adalah ada rasa ketenangan disini.itu yang aku rasakan saat ini?” jawabku.
“Ohh begitu ya. Kamu tau kenapa aku mengajakmu kesini?” tanyanya, serius.
“Tidak.”Jawabku singkat.
“Aku mau kamu dekat dengan Bunda, lungkanlah sedikit waktumu untuk berbicara dengannya, maka kamu akan meraskan ketenangan itu dimana pun kamu ada.”Ucapnya serius.
Aku hanya diam mendengarkan kata katanya, bukan aku tidak punya jawaban atas apa yang Marta ucapkan, tetapi menyadari bahwa memang Berdoa saja jarang cukup tanda salip, apa lagi ke Gereja sudah tidak pernah sejak dua tahun terakhir ini.
“Bukan aku mengatur keinginanmu.Bukan juga karna saya lakukan itu, tetapi aku sebagai kekasihmu aku rasa tidak salah becara seperti ini denganmu. Maaf jika aku kelewatan,” ucapnya lagi.
“Ahh kamu tidak salah, malahan aku sangat berterimakasih untuk kata – katanya akan aku coba melakukannya perlahan,” ucapku.
Terlihat Goa ini sangat sederhana lahan di buka mengunnakan eskapatok untuk membongkar sebagian kecil bukit. Sepanjang pinggiran Goa ditanam dengan Bungan, patung bunda maria di letakan lebih tinggi dari halama.
Goa dibuat goa kecil cuku patung bunda Maria dan cukup lima orang berdoa dalam goa. Ada juga bunga hiasan di sekitaran dua tiang menganggang unutk atap Goa dan sekitaran patung bunda Maria.
Di sisi kiri halaman, dari arah selatan ada sebuah meja persegi panjang dan kursi persegi panjang terbuat dari semen di lapisi dengan tehel warna putih di belakangnya terpampang baliho berukuran 3×4.
Di tengahnya ada dua buah lampu balon putih bulat berukuran dua gegaman tangan.dan disisi kiri ada sangkar burung semua terlihat alami. Di ujung lapangan Goa ada dua bangunan Rumah. Rumah dibangun mengunakan kayu papan seadanya.pinggiran lapangan Goa pun ada kursi – kursi panjang yang dibuat.
Goa tersebut ditutupi oleh pepohonan yang rindang dan bambu kuning sebagai penyangga tanah yang diratakan. Diantara selah pepohonan kita di suguhkan dengan pemandangan kotawaena.suasana tempat ini hawanya sangat alami dan sejuk.
Sekitar satu jam kami bercekrama bersua saling saling mengingatkan dan saling menguatkan bila di antara kami ada yang sakit atau mengalami masalah akan saling melengkapi.
Kami juga membuat perjanjian bawa kita akan selalu bersama sampai maut memisakan. Di iringi doa spontan “Bunda jadikan Marta kekasihku untuk selamanya, amin” doaku panjatkan.
Aku tidak tau apa yang Marta minta dalam doannya, tapi aku yakin pasti dia juga berdoa serupa denganku. Doa apa yang kamu pinta” Tanyaku. “Rahasia dong yang pastinya doa ini terbaik untuk kita berdua.” Ucapnya.
Dalam keseriusan itupun tiba – tiba hujan mengguyur menembusi di antara dedaunan pohon butirannya mengenai tubuh kami.Awan mendung sudah menutupi langit, kami tidak menyadarinya karna di tutupi pohon yang rindang dan juga keasikan bicara.
“Adu hujan ini Marta, bagaimana kita pulangkah?” ucapku panik sambil memasukan buku dan hpku danlam tasku.
“Aahhh tunggu hujan deras dulu, kali ini aku ingin mandi hujan dengan kamu.”Ucapnya, membanta ucapanku sambil Marta berdiri membuka lebar kedua tangannya kepalanya menatap langit tapi matanya tertutup.
Sepertinya Marta sangat menikmati setiap butiran hujan yang jatuh mengenai wajahnya.
“Aaihh bego, nanti buku dan handponeku basa, bagmana?”Tanyaku ketus.“Nanti simpan saja di jok motormu to.Intinya hari ini sa mau kita basah hujan sama – sama jadi tunggu hujan deras lalu kita jalan.” Ucapnya percaya diri. Aku pun hanya bisa pasra dan mengiyakannya.
“Bersama turungnya hujan sore ini.Disaksikan dingin angin soreh ini aku aku sangat mencintaimu, eman. Itu lah janjiku.” Ucapnya dalam nikmatnya rasa dalam hatinya.
Hujan semakin deras,langit sanasuara Guntur kilat gemuru bersahutan dibalik awan. Binatang jelata mulai bersiulan diantra pepohonan seakan mereka meminta kami meninggalkan tempat karena hujan sudah sangat deras dan membasahi kami atau juga mereka memuji sang Khalik.
Bersukur atas hujan yang diturungkan, entalah aku tidak mengerti bahasa isyarat binatang.Hari semakin gelap mengelimuti jagat. Lampu lorong jalan dan rumah samar mulai menerangi.
“Ayo kita jalan amankan barang barang ini.” ucapnya, merai tanganku dan jalan.
Setelah sekitar lima meter kami jalan kaki kami pun tiba di tempat parkiran motor. Anjing – anjing yang ada disisi motor yang sedang berteduh mulai berlari meninggalkan motor menuju rumah yang ada di sisi timur dari arah utara, mungkin setelah mereka membantu jaga motor takut dicuri.
Segera aku membuka jok motor, memasukan noken kami lalu kembali menutupnya.cepat aku nyalakan motor, pergi meninggalkan Goa, bukan buru – buru tapi takut hujan semakin lebat.
Perlahan menaiki tanjakan aspal dan mendapati jalan utama Buper. Marta memintaku agar motor aku bawa pelan tidak buru– buru, lantaran Marta ingin menikmati turunnya deras hujan.
Marta menikmati setiap butirannya, membuka kedua tangannya lebar “Marta, nanti masuk angin lipat tanganmu,” ucapku sambil sesekali melap hujan yang turung membasahi wajaku.
“Aku tidak peduli intinya hari ini aku harus menikmatini setiap butiran hujan ini, hujan kali ini akan ku ingat dimanapun aku berada.” Ucapnya.
Lalu Marta memeluk tubuhku erat bahkan detak jantungnya pun bisa aku rasakan.
“Marta aku mencintaimu janagan tinggalkan aku.Aku mau kamu ada seperti sekarang ini, memelukku saat aku letih.Aku janji akan aku sediakan pundakku untuk kamu sandarkan saat kamu lelah,” ucapku penuh makna.
Gadis Mapiha titisan gunung Kobouge yang menjulang membiru yang indah permai, Nama lengkapnya Marta Tigi asal kampung Bomomani salah satu kampungpusat pembelanjaan dari daerah Mapia, kabupaten Dogiyai. Bibir tipis dengan hidung mencung setiap kali Marta senyum terlihat anggun.
Aku sangat mencintainya. Marta adalah salasatu orang yang sangat berarti bagi saya.Banyak suka dan duka yang telah kami lewati bersama. Kini hanya tinggal satu tahapan lagi setelah kulia selesai aku akan menikanya, menjadikannya kekasihku.
Motor terus membela garis putih jalan utama Buper – Waena, terlihat banyak botol dan air yang meliap dan berserakan dijalan akibat selokan sekitar jalan tesumbat. Ini adalah salah satu akibat kesalahan masyarakat yang buang sampah sembarangan, yang nantinya bisa potensi banjir.
Malam kian gulita lampu – lampu sepanjang jalan berwarna kuning ke emasan menyala dan Rumah terang benderang di kejauhan sana. Hujan mulai mereda tinggal hujan geris dan dinginnya angin malam sungguh membuat tulang kami menjadi kaku.beberapa kali aku gosokan jari – jari tangan Marta yang menyilang tepat di pinggangku agar dia tetap hangat walaupun hanya tangan tapi itu adalah salah satu bentuk perhatianku pada kekasiku Marta.
****
Waktu berlalu perlahan merubah segalanya. Keraguan telah merubah hati da pikirannya, semua janji dan sumpahnya kini telah sirna bersama waktu. Marta sudah lama pergi meninggalkan aku.
Kata Marta kami sudah tidak bisa lanjut hubungan ini. dulu kami sama sama memutuskan tekat untuk hadapi apapuan resikonya. Tapi dia sudah lama menyera memilih bersandar di pelukan orang lain.
Kini kenyataan memaksaku menerima bahwa Marta kekasihku yang dulu aku cinta dengan setulus hati harus merelakah pergi berlabu di lain hati. Kini aku harus kubur cintaku untuk Marta.Menyambut kenangan pahati ini setiap kali aku menatap butiran air hujan yang mengguyur.
“Kekasihku Marta, tiapkali hunjan membasahi bumi kenangan itu selalu datang menghantuiku, seakan aku adalah tuan atas certia kepedihan itu yang harus ku rayakan dalam sepih dan sedih. Pertanyaanku adalah, apakah kamu juga masih ingat kenangan itu, Marta kekasiku?
”Jika kamu masih mengingatnya maka aku ingin pesan pada hujan yang turun dan dingin angin hari ini aku membenci hujan yang selalu membawa kenangan pahit itu. semoga kamu bisa dengar.”