Mbiligir
Luput dari pandangan mata
Sekian lama, termakan oleh waktu
Bahkan mereka tak mengetahui keberadaanmu.
Sesekali kujumpai
ibarat Kau adalah gadis desa
Yang merebut pandangan
Menggoyahkan hati
Kejujuran yang tersimpan rapi
dalam kalbupun terucap
Mahkota mbiligir
Meskipun tak memetikmu
Tetaplah bersemi dalam kalbuku
Meski takkan Kujumpaimu di sini
Kan kubaca indahnya mahkotamu
Yang menyilaukan mata
Benang sarimu yang mengikat harapan
Bersama angin sepoi sepoi
Menerkam sum sum
Kutersenyum di gunung Pindu Kome
Akan selalu tersimpan dalam deretan ingatanku
Mahkota penawar lara
Di atas bukit ini
Angin pembersih dukalara
Yang menjadi kemeleut negri
Kubuang dalam teriakan semua beban
Aku bebas merdeka…..
Beam-Kuyawagi
Dalam memori
Tiom, Kamis, (17/6/2021)
Yeimo Hengky
Orang Pedalaman
Orang pedalaman
Hidup damai penuh cinta
Orang Kota…
Hidup damai penuh curhat
Badaki,
dalam cermin orang kota
bedak penghalau kebebasan, keindahan
Untuk manusia berkehendak..
Amburadul,
Nilai ujian akhir dari mata
Orang orang kota
Untuk kesederhanaan
Kasar di kota,
adalah ujian bagi orang kota
Yang pandai berdamai di hadapan orang
Namun tidak dengan dirinya
Tak Tahu aturan adalah mindset
Kegelisahan batin orng kota
yang lama dibajak aturan
Hidup bebas,
Milik orang pedalaman
Di alam bebas
Keunggulan orang kota diuji
Dalam Kurungan tembok tembok
Karena,
Kebebasan, Kesederhanaan
Perdamaian, keadilan, kesetaraan
adalah keunggulan tertinggi Manusia
yang harus diuji dlm puisi ini
Akapakabi Yeimo
Mahikai, 26 Maret 2021
Vonis busuk di tengah pergulatan
Kau tatap pada jam yang salah.
Vonis membusuk Pada buah matoa,
Tanpa jaksa, hakim, saksi, orang tua
Mejah hijau menguning
hingga kemerah- merahaan
dan hitam pekat….
Telah kau tusuk dengan
Pedang tak berulang
Yang terbuat dari lubang tanpa isi
Sehunus sakit, meski tak menjerit
Kau senang, hati tentram
Sembari waktu bergulir
Buah Matoa mewangi ku belah dua
Poteretmu terpampang
dibalik kebaikan dan kemunafikan
Dari selembar daun buah matoa yang pasif
Pena di lengan kanan yang patah
Kunarasikan, sisa sisa kisah
dan vonis vonis pecundang
Vonis vonis pecundang
Mengamputasi tanpa ampun
Mimpi yang tak kelar kelar
Sungguh…. Kejam kau
Memvonis di tengah pergulatan
Anak anak pedalaman
Akapakabi Yeimo
Mahikai, 27/3/21
Kerinduan yang terpasung
Meski melodi kupetik,
terkadang suara pun tidak sampai ke pelataran altar.
Entah dibawa siapa pergi.
Seakan bumi ini bising dan tidak berpenghuni.
Ku bernyanyi dengan mimik wajah sinis sekalipun,
aku akan benyanyi, melodikan kisah kaumku…
Mereka bahagia melodiku semakin hancur,
aku akan terus memetik sinar,
dalam kekelaman manusia bumi….
Ku bernyanyi bersaksi,
meski kita takkan berjumpa di bumi yang fana.
Ku bersaksi dalam lirik dan melodiku kepada Tuhan yang Ilahi…
Sebab ketika aku tak bermelodi, kumati, kau mati dan cinta kita mati
Terhadap sesama yang dibangun dalam kecurangan….
Aku disini kamu disitu Merindu
Tentang kekuatan hati yang memberi,
Bukan tentang kepalsuan cinta mereka terhadap yang hina….
Akapakabi Yeimo
Mahikai, 14 Februari 2021
Memeluk mereka
Namun sulit menyadari,
Mengapa mereka harus dipeluk,
Dan bukan sekedar memeluk
terkadang anak-anak tidak perlu mandangmu,
kemampuan intelektualmu.
Kecerdasanmu, asal kampusmu…
Karena bersama mereka,
kebersamaan, tak hanya menjadi kata,
Cinta dan kasih tidak menjadi angan.
Mari Memeluk mereka dengan cinta
Memeluk mereka dengan sayang
Memeluk mereka dengan rasa keadilan
Terkadang kita tidak menyadari,
bahwa kita tidak pernah hidup dulu,
dan kita tidak akan hidup nanti
Karena mereka yang akan memadukan recehan kata kata
dan merealisasikan dimasanya.
Bukan masa kita lagi…..
Mahkai, 20/2/2020)
Yeimo Akapakabi