Budaya literasi di kampung-kampung di sejumlah wilayah di Papua belum akrab menjadi kebutuhan peserta didik hingga masyarakat kecil. Selain belum tersedia sumber baca memadai, topografi Papua yang sulit adalah soal serius.
DUA anak muda, Hendrikus Yeimo dan Arnoldus Douw sungguh menyadari betapa sulitnya akses informasi bagi sebagian masyarakat yang tinggal di kampung-kampung di tanah Papua. Jangankan koran-koran bekas. Sumber bacaan seperti buku-buku bekas atau leaflet sulit menyasar generasi muda bahkan masyarakat. Perpustakaan bahkan taman baca pun minim. Namun, kondisi itu bukan berarti meredupkan semangat Hengky Yeimo, sapaan akrabya bersama rekannya, Arnol, memutar otak menyalahkan semangat sebagai anak asli Papua menggerakkan kebiasaan membaca dan menulis.
“Saya dan rekan Arnol mendirikan Perpustakaan Rakyat Kamapi Topii. Perpustakaan ini dapat diakses siapa saja. Niat kami, di tingkat distrik minimal ada satu perpustakaan bagi warga masyarakat. Kami ingin di perpustakaan ini tersedia koran dan majalah bekas serta buku-buku. Kami rindukan di Kamapi Topii ada koran atau tabloid bekas dibaca umum. Kalau koran dan majalah bekas atau buku dibaca orang lalu dibuang ke tong sampah, impian kami sumber bacaan itu bisa jadi teman akrab warga. Itulah impian kami,” ujar Hengky Yeimo, penggagas Kamapi Topii, Sabtu (23/1).
Jalan sunyi
Hengky dan Arnol menyadari langkah mendirikan Kamapi Topii Dogiyai bertolak dari gelisah yang menyulut batin mereka. Perpustakaan ini di bawah koordinator Bastian Tebai, anak muda Papua yang juga penggerak literasi Dogiyai. Masa lalu dengan keterbatasan sumber bacaan menjadi pemicu hadirnya perpustakaan ini. Saat mereka masih di bangku sekolah dasar dan menengah, absennya perpustakaan maupun taman baca di kalangan anak-anak adalah kisah pilu lain.
Gelisah mendera kedua anak muda Papua ini. Karena itu, melalui perpustakaan yang mereka rintis akan diikuti dengan kerja tambahan menggalangan koran-koran bekas atau buku-buku dari bebagai pihak maupun orang-orang yang peduli dengan masa depan anak-anak Papua. Impian perpustakaan ini, ujar Hengky, wartawan tabloid Jubi dapat diakses kapan saja.
Pendidkan itu, ujarnya, adalah jalan suci. Sehingga sebagai anak muda dan umat Kristiani tetap setia dan berjuang menjadi garam dan terang dunia di lingkungan. Niat keduanya mulia. Bila perpustakaan ini terwujud banyak akan Papua dan masyarakat yang tinggal di honai (rumah), di kampung-kampung baik gunung maupun lembah akan terbantu.
“Saya lihat, kadang pemeritah apatis dengan persoalan sarana dan prasarana mendorong anak-anak Papua melalui literasi agar anak-anak Papua menjadi pintar. Kerap pula berjanji kepada masyarkat namun lebih banyak lupa. Kegiatan literasi dipandang sebagai hal yang paling kecil. Proyek-proyek besar itu terkadang mengamputasi literasi. Sehingga literasi tidak lagi menjadi penting bagi mereka. Kami hanya membantu melanjutkan visi mereka dari visi tentang pendidikan yang besar,” kata Hengky
Hengky mengakui, kehadiran perpustakaan ini juga bukan perkara mudah. Namun, keduanya bertekad demi masa depan generasi muda dan masyarakat yang lebih banyak menetap di gunung dan lembah di tanah Papua. Dengan semangat menyalah, mereka bekerja mewujadkan cita-cita besar menjadikan perpustakaan ini ibarat obor kecil yang menerangi kelam.
“Kami tidak pernah berharap kepada pemerintah daerah. Kami selalu berkolaborasi sesama komunitas. Kami utamakan komunitas literasi agar mempererat persatuan, kebersamaan di antara kami. Kami sadar, masih banyak orang baik selain pemerintah yang bisa berdonasi koran dan majalah bekas atau buku-buku yang tercecer di setiap gudang mereka agar kelak menjadi penghuni Kamapi Topii sehingga menjadi sumber bacaan,” katanya.
Anak guru
Hengky lahir dari pasangan suami-isteri Paulus Yeimo dan Lina Douw. Paulus Yeimo seorang guru SD di Kampung Yauria, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua. Ayahnya lulusan SPG Teruna Bakti Waena. Usai lulus ia mengabdi di Kampung Dei, Kabupaten Paniai.
Sejak 1985, guru Paulus mengabdi di Sinak hingga pensiun dari kantor Badan Penanggulangan Bencana Puncak pada Desember 2021. Sedangkan sang bunda seorang ibu rumah tangga. Selain guru, ayahnya juga pewarta di Gereja Katolik Santa Elisabeth Sinak dan Gereja Katolik Stasi Santo Petrus Ilaga, Puncak.
“Keluarga kami penganut agama Katolik yang taat. Sebagian keluarga kami adalah mayoritas penganut Gereja Kingmi Papua. Sejak SD hingga SPG ayah saya sekolah dan tinggal di asrama milik Gereja Katolik. Mayoritas guru yang mendidik mereka adalah misionaris dari Belanda, Jerman, dan Belgia. Mereka mendidik dan mengajar dengan hati sehingga karakter itu mengalir hingga kami anak-anak,” ujarnya.
Meski ayahnya guru, Hengky memilih jalan berbeda. Ia menekuni jurnalistik. Profesi yang membawanya melanglangbuana ke hampir seluruh wilayah di tanah Papua. Selain menyajikan laporan ke media tempat ia bekerja, Hengky juga mengampanyekan pentingnya gerakan literasi bagi generasi muda dan masyarakat.
“Saya menekuni jurnalistik sejak 2012. Saya sadar, Papua sangat luas. Apabila saya tidak menulis sejarah orang-orang asli, sejarah kampung dan tentang aneka kekayaan alam dan budaya maka semua akan tetap terpendam. Karena itu, aneka kisah itu diabadikan dan ditulis agar jadi warisan sejarah bagi generasi Papua di masa akan datang. Melalui Kamapi Topii, mimpi kami perpustakaan menjadi gudang pengetahuan,” katanya. (Ansel Deri/Majalah Hidup)
Hendrikus (Hengky) Yeimo
Lahir : Sinak, 7 Juli 1992
Alamat : Perumnas 4 Padang Bulan, Jayapura, Papua
Agama : Katolik
Pekerjaan : Wartawan
Pendidikan
- SD Inpres Sinak, Puncak
- SMP Negeri 1 Sinak, Puncak.
- SMA YPPK Adhi Luhur Colese Lecocq d’Armandville
- Stikom Muhammadiyah Jayapura
Organisasi
- Koordinator Kebersihan SMA YPPK Adhi Luhur, Nabire, Papua.
- Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Stikom Muhammadiyah Jayapura
- Koordinator Wilayah Ikatan Alumni Adhi Luhur Kota Studi Jayapura
- Ketua Bidang Semi Otonom Pers dan Jurnalistik DPC PMKRI St Efrem Jayapura.
- Anggota Pemuda Katolik Cabang Kota Jayapura.
- Sekretaris Komunitas Sastra Papua (Kosapa)
- Koordinator Komunitas Sastra Papua 2016-2022
- Inisiator Literasi di Papua
Pengalaman
- Reporter, Majalah Selangkah (Online)
- Reporter Jubi dan Koran Jubi 2015-sekarang
- Mendirikan Media Online Suara Meepago
- Mendirikan Majalah OPM (Orang Papua Membaca)
- Pelatihan Jurnalistk di Nabire Selama 3 Hari diselenggarkan Majalah Selangkah
- Pelatihan Jurnalsitik dari Redaksi Majalah Selangkah di Jogjakarta Tahun 2013
- Pelatihan Jurnalistik oleh FKUB selama 3 hari: 2-4 Februari 2015
- Traning Of Trainer (TOT) yang diselenggarakan Pemuda Katolik Kota Jayapura selama 3 hari
- Training of Trainer (ToT) yang diselenggarakan PMKRI selama 3 hari
- Pelatihan Kewirausaahaan oleh Pemprov Papua tahun 2012
- Alumnus Sekolah Pengelola Keberagaman ke-5 tahun 2014
- Bersama Generasi muda merumuskan Papua Tanah Damai Tahun 2012
- Penggagas dan Inisiator Kamapi Topii
Sumber: Majalah HIDUP edisi 13 Februari 2022