Musafir dan Kritikus : Game of Life (Part XIII)
Oleh : Chirido Dogopia
Terlihat Polisi dan Tentara memasuki lapangan Hijau. Mereka bersenjata lengkap. Penonton lainnya panik dan menyelamatkan diri, yang lainnya saling melempar; batu, kayu, botol mineral berterbangan.
Tadinya, suara tembakan sunyi senyap, beberapa menit kemudian suasana kacau balau.
Sang Musafir dan Sang Kritikus tidak beranjak dari tempatnya. Mereka berdua masih duduk di sudut lapangan, sambil memperhatikan semua peristiwa yang terjadi itu.
“Siapa yang menjadi penyebab utama dari kekacauan ini … ?”. Tanya sang Musafir.
“Bukan siapa-siapa. Pertandingan inilah yang menjadi penyebabnya. Pemain, wasit dan penonton adalah penyebab sekunder darinya. Jika tidak ada pertandingan ini, bukan tidak mungkin, tidak akan ada kekacauan seperti ini”. Jawab Kritikus.
“Bukankah itu berarti faktor-faktor sekunder sama sekali tidak bersalah….?” Kata Musafir
“Ya, mereka tidak bersalah. Mereka seperti alat atau mesin yang menjalankan pertandingannya. Pihak penyelenggara bertanggungjawab”. Jawab Kritikus.
“Bukankah, ada peraturan yang mengaturnya…?. Bukankah kekacauan ini tidak diharapkan oleh penyelenggara…?” Tanya sang Musafir.
“Ya tepat sekali katamu. Ada peraturan dan ada sangsi. Mereka akan mendapatkan sangsi. Dan ingat dari kekacauan ini yang untung adalah pihak penyelenggara, sebab sangsi bagi klub adalah selain tidak mengikuti turnamen, mereka juga membayarnya” jawab Kritikus.
“Klub akan rugi. Sudah kalah, malah membayar sangsi itu lagi. Entah berapa besar akan mereka bayar”. Sang melanjutkannya.
“Dooor….Dooor….Dooor”
Suara tembakan terdengar lagi. Terlihat beberapa orang ditangkap; Polisi dan Tentara berusaha mengendalikan situasi.
Para pemain, manager dan offisial lainya dikawal barisan polisi memasuki ruangan.
“Kita tunggu saja keputusan penyelenggara. Pertandingan ini akan dilanjutkan atau dihentikan…?” Kata Musafir
…..,…..
Bersambung
RB. UNIKAB
Bongkar, bongkar, bongkar
Musafir dan Kritikus : Game of Life (Part XIV )
Oleh : Chirido Dogopia
Penonton Berhamburan keluar stadion. Ada yang luka-luka.
Musafir dan Kritikus tidak beranjak kemanapun. Mereka terus memperhatikan setiap peristiwa di arena lapangan.
“Belum ada pengumuman. Kita belum tahu apakah pertandingan ini dihentikan atau tidak…?” Tanya Musafir.
“Keputusan ada di penyelenggara. Kita tunggu saja, apa yang akan mereka umumkan …” Balas Kritikus.
“Ya, kita tidak punya Hak memutuskan” kilah Musafir.
“Biarlah Penyelenggara Memutuskan. Lagi pula, kita sama sekali tidak berandil atas pertandingan ini. Kita juga tidak berandil atas kekacauan ini. Ini adalah tanggungjawabnya mereka, termasuk atas para korban” tegas Kritikus.
“Tidak….tidak … tidak. Para korban bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Mereka sendirilah yang datang ke tempat ini. Kita tidak dapat melempar tanggungjawab ini kepada penyelenggara”, kata sang Musafir.
“Hahahaha…. hahahaha…. hahahaha. Baiklah aku mengerti. Memang kita kadang mempersalahkan orang lain”, Balas Kritikus.
Tidak terasa, gerimis Mengguyur stadion. Musafir dan Kritikus bahkan tidak menyadarinya.
Sepertinya langit turut berduka.
….,….
Bersambung
RB. UNIKAB
Bongkar, bongkar, bongkar
Christianus Dogopia atau sering disapa Chridoisme menyelesaikan pendidikannya pada Kampus STFT Fajar Timur, Saat ini tinggal di Numbay