Pengetahuan Orang Marori Terhadap Ruang Lanskap dan Tantangannya (I)

Agustinus Mahuze saat menata 7 marga di Kampung Wasur -Doc. Pribadi
Agustinus Mahuze saat menata 7 marga di Kampung Wasur -Doc. Pribadi

Pengetahuan Orang Marori Terhadap Ruang Lanskap Dan Tantangannya (I)

 

Oleh : Agustinus Mahuze

 

Tantangan terbesar orang-orang Marori yang bermukim di Kampung Wasur Distrik Merauke, dalam adaptasi terhadap pengetahuan lokal mengenai lanskap adalah perubahan lingkungan itu terhadap lanskap yang ada.

 

Bacaan Lainnya

Lanskap yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah lanskap kebudayaan satu masyarakat yang telah dipengaruhi oleh manusia. Khusunya pada suku orang-orang Marori. Pengetahuan lanskap itu diukur berdasarkan kepentingan dan kegunaan dari lanskap itu sendiri.

 

Gradasi terhadap wilayah lingkungan orang-orang Marori telah  memberi pengaruh terhadap Kier, Nggi Merer Nggi Merer dan pengetahuan kepemilikan yang hilang, bentuk tutur lisan setiap marga dijaga.

 

Berikut ini penulis akan memberikan penjelasan terkait dengan Kier, Nggi Merer Nggi Merer dan pengetahuan kepemilikan yang hilang, bentuk tutur lisan orang-orang Marori yang bermukim di Kampung Wasur Distrik Merauke berdasarkan lanskap kebudayaan adalah sebagai berikut ;

 

Kier

 

Kier adalah sebutan orang Marori khususnya untuk luasan wilayah yang berada disekitar kampung yang berkaitan dengan rumah, tata lingkungan kampung dan pekarangan. Wilayah Kier ini ditandai oleh Tumbuhan tertentu seperti tanaman untuk dimakan dan kebun disekitar kampung.

 

Kier adalah sebuah konsep atau lanskap mengenai kampung. Kampung dalam peradabannya membentuk lingkungan tertentu terhadap struktur jalan dan bentuk rumah dan luas lahan.

 

Pengetahuan mengenai Kier jika dibandingkan dengan situasi kampung lama Mbur Protipe kampungnya berbeda.

 

Tantangan penataan memang menjadi pekerjaan rumah penggalian untuk mengerti mengenai kearifan lokal Kier khususnya orang-orang Marori.

 

Nggi Merer  

 

Nggi Merer  (hutan sagu) adalah konsep yang hilang dalam relasinya dengan ruang kehidupan Orang-orang Marori saat ini. Pertalian dengan sagu berkurang karena perubahan pangan lokal.

 

Menurut saya ini persoalan perubahan yang akan memunculkan perubahan terhadap ketahanan pangan lokal untuk memahami hubungan relasi ini dengan pengetahuan lokalnya.

 

Misalnya kita anak-anak tidak akan mengenal dengan baik mengenai daerah hutan sagu misalnya Wosul, Winaibak, Mitataol, dan, Mbinjiker.

 

Nggi Merer dan pengetahuan kepemilikan yang hilang

 

Persoalan pengetahuan kepemilikan datang dari persepsi mengenai ruang lanskap wilayah itu sendiri. Kunjungan rutin ke dusun sagu pada awalnya membuat kita menjadi sadar tentang peta lisan yang dibangun secara visual oleh orang lokal Marori.

 

Pengetahuan peta secara imajiner merupakan pengetahuan datang dari kecerdasan kinestik yang dimiliki oleh orang-orang Marori.

 

Mereka memanfaatkan kecerdasan ruang spasial untuk mewariskan pengetahuan ini dalam bentuk tutur lisan. Sehingga sangat perlu dipikiran Peta Wilayah Adat di kampung kampung di Tanah Papua.

 

Bentuk tutur lisan setiap Marga di jaga 

 

Dalam tradisi dan pandangan orang Marori pengetahuan ruang spasial itu ditentukan berdasarkan sistem Marga. Ini yang menarik menurut saya bahwa sampai dengan jalan juga ditentukan berdasarkan marga.

 

Misalnya pada tahun -tahun sebelumnya kehidupan di kampung Mbur sekitar 1930-an. Orang -orang Marori ketika akan pergi ke dusun sagu dari Kampung tersebut mereka akan mengikuti jalan sesuai dengan marga.

 

Misalnya ada jalan Marga Mahuze, Gebze, Ndiken dan Samkakai dan sebagainya mengikuti jalan-jalan sesuai marga mereka. Pengaturanya di lakukan sedemikian rupa oleh leluhur di dusun Mbur kala itu.