Perjumpaan Misionaris Dengan Orang Yalimu, Mewarisi Damai Kristus

Sinode GKI di Tanah Papua Launching Buku Damai di Pegunungan Papua - Ko'SaPa/Obock I. Silak
Sinode GKI di Tanah Papua Launching Buku Damai di Pegunungan Papua - Ko'SaPa/Obock I. Silak

Oleh : Obock I. Silak

 

Jayapura (Ko’SaPa) – “Buku ini merupakan sejarah peradaban baru di Yalimu, Balim dan Mamberamo. Karya: Pdt Misionaris, Dr. Siegfried Zöllner. Edisi Jerman terbit 2014 dengan judul: Vergessene Welt: Erste Begegnungen mit dem Yali im Bergland von New Guinea. (Dunia yang terlupakan: Perjumpaan pertama dengan orang Yali di daerah Pegunungan New Guinea), hari ini merupakan sebuah hari sangat bersejarah, karena kita bisa meluncurkan buku yang di tulis oleh Pdt. Dr. Siegfried Zöllner.”

 

Hal itu disampaikan oleh Penerjemah buku Damai di Pegunungan Papua Pdt.Dr.Rainer Scheuneman, Minggu pekan kemarin.

 

Bacaan Lainnya

Dalam peluncuran buku ini dihadiri oleh pimpinan Am Sinode GKI- Di Tanah Papua, Pdt Rolo, mantan Ketua Sinode Pdt Herman Saud, mantan ketua Sinode Pdt. Herman Awom, anggota BP-Am lain, Mantan Walikota bapak Daniel Pahabol, dan para dosen dari STT-GKI I. S. Kijne dan Uncen, serta banyak lain.

 

Rainer menjelaskan  metode Pdt. Dr. Siegfried Zöllner sangat luar bisa sebab, penulis mementingkan metode budaya. Perhatikan semua sisi budaya, sehingga pendekatan bersifat lembut, kemudian menyadarkan masyarakat Yalimu tentang pentingnya Perdamaian dan kuasa injil membawa kebersamaan, kedamaian di daerah Yalimu itu sendiri.

 

“Hari ini kita sama-sama bedah buku ini dari berbagai sisi, pihaknya hanya sebagai penerjemah tetapi juga ada Dr. Ibrahim Peyon sebagai ahli antropologi mengamati, bagaimana pendekatan antropologisnya dan bagaimana pendekatan budayanya,” kata Rainer.

 

Scheunemann menuturkan paling penting bahwa latar belakang damai dan sejarah di kenal oleh orang muda Yali ya, tidak mengenal sejarah dari awal. Sehingga mereka tahu situasi dulu, sehingga mereka bisa belajar, melihat pembaharuan dan terjadi perubahan di daerah Yalimu itu sendiri.

 

“Sekaligus untuk terus memperjuangkan kedamaian di masa sekarang, karena orang tua kita punya masalah berbeda, karena ada berperang suku, sekarang kita berbeda, kita mungkin berperang kepentingan politik, golongan, marga, materi dan lain-lain,” tutur scheunemann.

 

Scheunemann mengingatkan jangan kita terjebak dalam satu permusuhan atau pertikaian mengakibatkan kehilangan damai antara kita orang Yali,  karena itu lebih bagus kita belajar buku ini, sehingga kedepan kita bisa mempertahankan kebersamaan ini. Menapak masa depan kedamaian bersama dengan sungguh-sungguh.

 

“Karena itu damai merupakan landasan dasar, kalau tidak ada damai, maka segala jenis pendidikan,  kesehatan dan kesejahteraan ekonomi akan sulit, tanpa ada kedamaian tersebut. Sehingga judul buku Damai di Pegunungan Papua, untuk di masa lalu telah terjadi damai, tetapi damai itu sekarang harus diperjuangkan, dengan cara tetap mempertahankan damai Kristus,” tegas Rainer.

 

Scheunemann menjelaskan menyatukan orang Yali tujuan bersama untuk mencapai kemajuan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan ekonomi. Orang Yali untuk generasi baru, saya fikir paling penting. Pdt. Dr. Siegfried Zöllner pertama menulis dalam bahasa Jerman untuk orang Jerman, tetapi kemudian banyak teman-teman Yali sendiri mengatakan.

 

“Saya membedahnya di baca oleh orang Jerman, orang Yali sendiri ingin mengetahui pengalaman Pdt. Dr. Siegfried Zöllner dan dokter Wim Vriend masuk ke daerah Yalimu. Sejarah awal sehingga kita dapat memiliki bukti sejarah yang baik ya, dalam arti gambaran awal. Baik itu posisi dan cara pendekatan, sampai pada bagaimana jemaat-jemaat Kristiani timbul dan muncul di daerah Yalimu,” terangnya.

 

Scheunemann menerangkan bahwa itu permintaan dari pada orang-orang Yali sendiri dan Pdt. Dr. Siegfried Zöllner meminta saya, maka saya siap, karena saya membaca buku sebelumnya. Sehingga saya berkata sayang sekali. Buku semacam begini tidak di ketahui oleh banyak orang, Natan Pahabol dan teman-teman lain mendorong saya, sehingga puji Tuhan dengan biaya dari orang Yali sendiri dan teman-teman lain. Akhirnya bisa membiayai semua biaya pencetakan.

 

Scheunemann berharap paling penting sebenarnya kalau kita mengenal sejarah masa lalu, kita akan menjadi orang-orang  bersyukur tentang apa yang Tuhan telah lakukan di antara orang Yali. kita akan melihat jangan sampai kita terjebak dengan kesalahan-kesalahan lama, sehingga kita bisa menghindari untuk melakukan kesalahan-kesalahan masa lalu.

 

“Menciptakan pertikaian, permusuhan dan pengelompokan diantara orang Yali sendiri. Kita bisa menghindari, sehingga kedepan kita sama-sama menciptakan kemajuan bagi orang Yali dalam berbagai bidang. Misalnya kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan atas dasar damai bersama di antara orang Yali,” pungkas Rainer scheunemann.

 

Dosen Antropologi Universitas Cenderawasih Dr.Ibrahim Peyon mengatakan, sejarah pekabaran injil dan misi peradaban baru di wilayah ini sudah lengkap. Pada tahun 1961 mereka masuk ke daerah Yalimu untuk membawakan kabar injil, sekaligus  membawa kemajuan di bidang pendidikan dan kesehatan.

 

“Buku diluncurkan ini menggambarkan perjumpaan tersebut dengan orang Yali. Pada waktu itu perjalanan mereka dengan metode, pendekatan, budaya, pendidikan dan kesehatan.

 

Peyon mengatakan, keterbukaan dari pada masyarakat Yali pada waktu itu, mereka sibuk di situasi berperang dan berbagai macam situasi berat. Tetapi kemudian damai Kristus secara bertahap, merubah situasi di daerah Yalimu, Angguruk, Yahukimo, Papua.

 

“Semua terjadi tanpa ada paksaan apapun atau tekanan, tetapi melalui kesadaran sendiri daripada masyarakat di Yalimu,” katanya.

 

Editor : Pace Ko’SaPa

Berikan Komentar Anda

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.