Oleh: Ibrahim Peyon
Bedah Buku dengan judul asli: „Vergessene Welt: Erst Begegnungen mit den Yali im Bergland von New Guinea“. Karya Pdt.Dr. Siegfried Zöllner. Dalam edisi Indonesia, dengan judul buku: „Damai di Pegunungan Papua: Perjumpaan Pertama dan perintisan misi di Suku Yali“.
Latar Belakang
Kami mengucapkan terimakasih kepada panitia yang telah memberikan kepercayaan untuk bedah buku ini dari pandangan Antropologis. Kami juga berterima kasih kepada penulis buku, Pdt. Dr. Siegfried Zöllner, sebagai misionaris dan orang tua kami secara pribadi dan sebagai orang Yali. Saya (Ibrahim Peyon), untuk bapak Zöllner dan mama Else adalah dianggap sebagai orang tua sendiri, dan saya termasuk anak di rumah mereka. Selain saya, ada banyak teman lain juga merasa demikian, karena sentuhan dan kedekatan bapak Zöllner dan mama Else begitu ramah dan mengasihi kami orang Yali. Bagi orang Yali, Zöllner tidak hanya dipandang sebagai misionaris, tetapi sebagai bapak peradaban modern di Yalimu, sebagai Guru, Antropolog, dan orang tua kami. Selain karya-karya pekabaran Injil, Pendidikan, Kesehatan, Pertanian dan Penerjemahan Alkitab, Zöllner mengabdikan diri dalam riset dan karya-karya ilmiah. Beberapa fokus kajiannya adalah bahasa Yali, agama asli Yali, Seni, Dongeng dan Mitos orang Yali dan terakhir buku sejarah pekabaran Injil kita luncurkan pada hari ini.
Buku ini sangat penting bagi orang Yali saat ini dan masa depan karena sejarah Zöllner dan Vriend, dan semua misionaris dan semua orang lain yang pernah bekerja bagi peradaban baru di Yalimu termuat disini. Buku ini menjadi dasar sejarah peradaban baru bagi orang Yali di masa kini dan masa depan. Selain buku ini, ada beberapa buku lain yang ditulis para misionaris termasuk beberapa intelektual asli Yali sendiri. Oleh karena itu, Zöllner persembahkan buku ini untuk generasi muda orang Yali, termasuk almarhum Ismael Robby Silak, Natan Pahabol, dan Ibrahim Peyon yang sudah sebutkan nama mereka di buku ini.
Judul Buku
Judul buku adalah gambar atau cermin dari ringkasan seluruh isi buku. Judul memberikan gambar kepada pembaca tentang apa yang tertulis dalam buku tersebut. Berkaitan dengan buku ini, Siegfried Zöllner sebagai penulis buku diberi judul: „Vergessene Welt: Erst Begegnungen mit den Yali im Bergland von New Guinea“. (Dunia yang terlupakan: Perjumpaan pertama dengan orang Yali di daerah pegunungan New Guinea). Judul tersebut telah berubah menjadi: „Damai di Pegunungan Papua: Perjumpaan Pertama dan Perintisan misi di Suku Yali“.
Perubahan dari judul asli kepada judul terjemahan ini telah mengubah pemahaman secara mendasar dan signifikan. Penulis buku, Dr. Siegfried Zöllner sendiri tidak menjelaskan makna judul tersebut dalam buku ini. Tetapi, judul besar „Vergessene Welt“, Dunia Terlupakan (Dunia yang terlupakan)“ judul buku ini menggambarkan dua dua kepada para pembaca. Pertama, bahwa orang Yali dan dunia mereka telah terlupakan, ditinggalkan atau tidak diperhatikan oleh dunia peradaban modern saat itu. Dimana sebagian besar seluruh dunia, termasuk suku-suku di New Guinea telah terbuka dan menyentuh oleh Injil dan peradaban baru dunia. Hal ini berbeda dengan orang Yali, mereka masih hidup dalam tradisi dan budaya mereka sendiri dan tidak berhubungan dengan orang lain, diluar suku mereka dan suku-suku tetangganya. Kedua, judul ini juga mengingatkan kembali kisah perjalanan dan kerja-kerja Siegfried Zöllner, keluarga, para misionaris lain dan seluruh keluarga dan teman kerja mereka di masa itu. Di mana Zöllner menulis buku ini setelah 59 Tahun setelah pengabdian di Yalimu.
Sub judul buku „Erst Begegnungen mit den Yali im Bergland von New Guinea“, berarti „Perjumpaan pertama dengan orang Yali di daerah Pegunungan New Guinea“, sub judul ini menjelaskan tentang perjumpaan Zöllner dan para misionaris lain dengan orang Yali di Pegunungan New Guinea. Di sini Zöllner tidak menyebutkan, istilah „Finden“, menemukan, (hiyahaki), istilah yang sering digunakan oleh para penjelajah Barat dan peneliti, seolah-olah mereka menemukan sesuatu yang baru, di bumi. Istilah „Begegnung“, dan „Finden“, (ambi atuk), memiliki konotasi yang berbeda. Begegnung adalah perjumpaan, sedang Finden adalah ditemukan, penemuan. Istilah „Begegnung” berarti mengakui keberadaan, sedang „Finden“ tidak mengakui keberadaan. Dalam konteks inilah Zöllner tempatkan judul buku ini.
Perubahan judul, „Damai di Pegunungan Papua“, perubahan judul buku ini memiliki pandangan yang subjektif, judul buku ini menggambarkan pandangan negatif tentang kehidupan orang Yali di masa lalu. Istilah damai, telah telah menggambarkan pandangan tentang konflik, perang dan kehidupan dalam kondisi kekacauan orang Yali di masa itu. Perubahan judul ini „Damai di Pegunungan Papua“. Judul ini dapat dilihat dari dua perspektif.
Pertama, judul ini menggambarkan tentang situasi perang orang Yali di masa lalu, dimana mereka saling berperang antara suku atau konfederasi pada masa tertentu. Di masa perang sering ada pembunuhan, korban harta dan nyawa, dan banyak kerugian lainnya. Perang antara kampung atau konfederasi itu berakhir melalui kehadiran misionaris dan agama Kristen. Lebih dari 50 tahun orang Yali hidup secara damai dan bebas kemana-mana.
Kedua, judul ini menggambarkan bahwa di masa sebelum kedatangan misionaris, orang Yali hidup dalam kekerasan, konflik, perang dan kekacauan. Judul ini telah menghilangkan banyak nilai-nilai kedamaian, kebebasan, kasih dan berbagai nilai kebaikan lain yang ada dalam masyarakat di masa lalu dan kini. Dalam budaya orang Yali sendiri memiliki sistem perdamaian untuk menciptakan perdamaian antara pihak yang berselisih. Mereka bangun hubungan secara damai antara pihak yang saling konflik, hubungan di bangun melalui kekerabatan, relasi dagang, ekonomi, dan relasi sosial lain. Melalui relasi itu, telah menciptakan perdamaian, dan melaksanakan aktivitas secara normal.
Ketiga, dalam buku ini dibahas banyak aspek baik tentang Sejarah, Pendidikan, Ekonomi, Sosial, Politik, Agama dan sebagainya. Maka perubahan judul, Damai di Pegunungan Papua, menggambarkan hanya satu aspek yaitu konflik dan damai. Maka banyak aspek lain yang dibahas dalam buku ini tidak digambarkan dalam judul buku ini.
Isi Buku
Buku ini secara garis besar dibagi menjadi lima bagian. Pada bagian pertama, dibahas tentang latar belakang penulis, sejarah perjalanan, survei udara hingga tiba di Yalimu. Bagian kedua, menggambarkan tentang perjumpaan pertama orang Papua dan kesan-kesan yang diamati pada masa itu. Bagian ketiga menggambarkan tentang pengembangan dan pembangunan misi. Bagian keempat, membahas tentang manusia dan budaya Yali. Keenam, membahas sikap pemerintah Indonesia, pembangunan dan kekerasan terhadap orang asli Papua.
- Sejarah perjalanan
Dalam buku ini, Dr. Siegfried Zöllner menguraikan secara lengkap dan rinci tentang perjalanan dokter Wim Vriend dan Pdt Zöllner sendiri. Ia mulai kisah perjalanan dari Amsterdam pada 22 September 1960, melalui Islandia, Alaska, dan Jepang dan tiba di Biak 24 September setelah 42 jam penerbangan, dan 6 jam kemudian dilanjutkan ke Sentani. Dalam bagian ini juga membahas berbagai persiapan yang dilakukan selama di Jayapura, pertemuan dengan Ketua Sinode, Pdt Rumainum, pilot dan rencana survei udara, persiapan di Tiom, Wamena dan seterusnya. Salah satu hal paling menentukan adalah pertemuan perjanjian para misionaris dan pilot di Tiom, dimana mereka tentukan wilayah yang akan menjadi basis pelayanan mereka.
Dalam kesepakatan ini diputuskan, wilayah Yalimu khususnya lembah Ubahak, Yahuli, Sibi, Ponteng, Werenggik dan Habie menjadi wilayah pelayanan Gereja Kristen Injili di tanah Papua saat ini. Dimana lembah-lembah ini telah dilihat oleh pilot Bob dari udara, dan lembah-lembah berbentuk lima jari, maka diberi nama lembah lima jari. Menurut catatan sejarah ekspedisi dan antropologi, lembah-lembah ini belum pernah di kunjungi orang-orang luar baik sesama orang Papua dari pesisir pantai, bangsa Melayu dan orang Barat. Kehadiran Wim Vriend dan Siegfried Zöllner adalah orang luar pertama yang masuk di wilayah ini. Tetapi, orang Yali sendiri sering ke Wamena dan melihat orang Barat di Wamena. Berbeda dengan wilayah lain seperti Apalapsili, Landikma, Abenaho, dan juga lembah Heluk. Di Apalapsili, polisi Belanda pernah melewati wilayah itu, sebelum misionaris, demikian juga di lembah Heluk tim Ekspedisi Lorentz pernah melewati lembah itu dan bertemu beberapa orang di sana.
Dalam buku ini telah menjelaskan secara lengkap dan detail tentang sejarah perjalanan mereka, tempat-tempat yang pernah mereka singgah, orang-orang yang bertemu dan bantu mereka. Di bagian ini telah mengungkapkan juga rencana, kegembiraan dan kekuatiran mereka tentang tempat tujuan mereka, orang-orang lembah Baliem pernah menjelaskan juga tentang kisah-kisah peperangan, pembunuhan dan „kanibalisme“ orang Yali. Menurut Zöllner, semua ketakutan dan kekuatiran itu lenyap setelah perjumpaan pertama dengan orang Yali di Piliyam.
- Perjumpaan pertama dengan orang Yali dan orang Papua lain
Kesan pertama yang diperoleh Zöllner setelah melihat dan perjumpaan pertama dengan orang Papua dan secara khusus orang Yali telah dijelaskan dalam buku. Hal pertama yang muncul dalam hatinya adalah bagaimana sikap, perilaku dan tindakan orang Papua setelah ia bertemu dengan mereka. Karena kesan yang ia dengar dari orang lain baik orang Belanda maupun orang Papua dari daerah pantai lebih banyak negatif. Kesan macam itu digambarkan dalam beberapa bagian dalam buku ini. Misalnya, di halaman 38, pendeta Rumainum sendiri menjelaskan kisah Rumere dan dianggap kejahatan orang Hubula di lembah Baliem. Dimana orang Balim kejar pendeta Rumere dengan anak panah. Rumainum menjelaskan ini dengan tertawa sinis, penuh makna. Tetapi, pandangan seperti itu telah terbantahkan setelah ketemu dengan orang Lani di Tiom atau orang Hubula di lembah Baliem. Ada beberapa keanehan yang ia temukan, misalnya, tentang Koteka dan Sali. Tentu itu pasti berbeda karena tidak pernah lihat itu sebelumnya. Tetapi, ada makna penting yang Zöllner dapat saat pertemuan pertama dengan orang Lani, dimana orang Lani datang dan berjabat tangan. Mereka juga undang Zöllner ke rumah mereka dan memberikan makanan. Makna simbolik ini meyakinkan Zöllner bahwa orang Papua ini adalah manusia seperti anda dan saya.
Kesan ini juga Zöllner alami waktu dia tinggal di Kurima dan Yuarima, selama perjalanan ke Yalimu. Vriend dan Zöllner rombongan mereka diterima dengan memberikan satu ekor babi kecil ke di Yuarima untuk makan bersama.
Perjumpaan orang Yali pertama adalah Suwesi Pabianggen dari Homdonggo, kemudian empat orang Yali lain datang jumpai mereka, empat orang ini telah membawa satu ekor babi kecil dan diberikan kepada Zöllner dan Vriend sebagai hadiah diberikan kapak besi. Selanjutnya, selama perjalanan ke Yalimu, mereka dijemput oleh rombongan orang Yali di puncak gunung Elit. Mereka diterima dengan ramah dan tuntun mereka turun tangga tebing gunung itu. Waktu mereka tiba di Piliyam, orang Yali terima mereka dengan upacara perdamaian dalam budaya Yali. Para laki-laki berbaris dua peresap, kiri dan kanan, kemudian rombongan misionaris masuk di bagian tengah dua barisan itu. Mereka juga disambut dengan kata, nami wa, nami wa, nami wa, sedang orang Papua dalam rombongan ini di panggil, nunggul wa nunggul wa.
Secara budaya, peragaan ritual, dua barisan/peresap orang Yali sebelah kiri dan kanan, dan rombongan misionaris masuk di bagian dalam barisan itu adalah secara simbolik para misionaris dan rombongan mereka masuk dalam lingkaran kehidupan orang Yali. Mereka dapat diterima sebagai anggota keluarga dan kerabat mereka. Mereka dapat dilindungi dan berbagai ancaman dari pihak lain.
Demikian juga, konsep nami dan nunggul, sebagai sapaan awal saat terima mereka. Dalam budaya Yali, nami, saudara laki-laki ibu, memiliki nilai sangat penting, orang yang sangat dihormati, dihargai, dan sebaliknya mereka dapat dilindungi oleh paman mereka. Sedang, nunggul, adalah saudara, kerabat atau satu anggota clan.
Kata-kata mereka itu dibuktikan dengan melaksanakan upacara penerimaan mereka, pada hari pertama mereka diterima dengan menyerahkan satu ekor babi. Dua hari kemudian mereka diserahkan lima ekor babi sebagai tanda terima mereka. Hal ini menandakan Zöllner dan Vriend telah diterima secara resmi sebagai orang Yali, mereka tidak dipandang sebagai orang Jerman dan Belanda, atau orang Barat.
- Pengembangan Misi secara Holistik
Pengembangan misi pekabaran injil dan pembangunan yang dilaksanakan Vriend dan Zöllner serta para misionaris lain di Yalimu yang dijelaskan dalam buku ini adalah pendekatan holistik. Dimaksud metode pendekatan holistik adalah pendekatan pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bidang secara keseluruhan dan terintegrasi. Pendekatan itulah yang diterapkan para misionaris di Yalimu. Hal itu dapat kita lihat sebagai berikut: (1). Misi pekabaran injil dengan sejumlah kegiatan antara lain: Menyampaikan Firman Tuhan; merekrut petugas gereja dan melatih mereka (penatua penginjil, dll) ; menerjemahkan Alkitab, dan alat peraga lain; dll. (2). Membangun lapangan terbang dan berbagai fasilitas lain. (3). Membangun pendidikan dan keterampilan (SD, Kursus Alkitab, Nare-nare, Sekolah kader, Sekolah tukang, Sekolah jahit, Sekolah pertanian dan perikanan, beasiswa, bangun asrama, dll). (4). Pembangunan ekonomi, (pertanian, peternakan, perikanan, toko mini, pusat pemasaran, dll). (5). Membangun pusat-pusat kesehatan, (rumah sakit, kader kesehatan, mengembangkan pusat-pusat kesehatan di kampung-kampung, dll). Lima hal ini adalah beberapa contoh dari banyak hal yang mereka lakukan untuk membangun peradaban modern orang Yali.
- Riset dan pembangunan kebudayaan Yali
Siegfried Zöllner dan para misionaris lainnya, tidak hanya mengembangkan misi pekabaran dan aspek pembangunan lainnya, akan tetapi mereka juga telah mengembangkan kebudayaan untuk kepentingan ilmiah dan pengembangan kebudayaan. Dalam buku ini, dapat dijelaskan bagaimana Zöllner dan misionaris lain telah mempelajari bahasa dan budaya orang Yali. Dengan modal dasar bahasa dan budaya orang Yali tersebut telah diterapkan pembangunan secara kontekstual. Zöllner dan misionaris lain telah melakukan riset tentang bahasa Yali, ia melakukan secara teliti struktur linguistik, dan mengidentifikasi struktur gramatikal yang sangat kompleks dalam struktur bahasa Yali. Dimana dalam bahasa Yali dapat dibedakan 49 kata kerja, dan 6 bentuk waktu. Selain identifikasi tata bahasa tersebut, Zöllner juga telah menulis kamus bahasa Yali yang sangat penting bagi generasi yang akan datang. Satu sumbangan penting lain adalah buku tentang Pohon Yeli dan Mitos Wam merupakan gambaran tentang agama asli orang Yali.
Dalam buku ini juga secara singkat menjelaskan tentang pengembangan budaya dan bahasa Yali dapat diterapkan dalam misi pengembangan injil, antara lain liturgi khas dan kontekstual orang Yali, lagu-lagu yang diadopsi dari budaya Yali, Alkitab yang diterjemahkan dalam bahasa Yali, buku-buku bacaan buta aksara (nare-nare) ditulis dalam bahasa Yali, dan masih banyak karya lain. Kehadiran buku ini adalah sebuah dasar sejarah peradaban baru yang diletakkan oleh Zöllner bagi anak-anaknya pada hari ini dan masa depan.
- Pemerintah Indonesia di Papua
Zöllner dalam buku ini juga menjelaskan kehadiran pemerintah Indonesia di tanah Papua pada tahun 1963 dan termasuk pelaksanaan pepera di tanah Papua. Misalnya pada halaman 119-124 menjelaskan bagaimana kelangkaan makanan akibat penyerahan West New Guinea kepada Indonesia, dan bagaimana perampokan barang-barang peninggalan Belanda oleh orang Indonesia diangkut semua ke pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia. Kondisi perampokan ini telah dimulai sejak Indonesia ambil alih West New Guinea, dan karena itu, dalam buku ini ditulis Indonesia merusak citranya sendiri.
Penutup
Buku ini telah membahas Sejarah Peradaban Baru orang Yali secara lengkap dan detail sebagai dasar bagi pengembangan masa depan. Dalam buku ini juga menjelaskan metode holistik yang diterapkan dalam membangun orang Yali, dan melibatkan orang Yali sendiri sebagai subjek dalam berbagai aspek pembangunan sebagaimana disebutkan di atas. Pendekatan holisme ini sering digunakan oleh misionaris, antropolog dan dalam berbagai program pengembangan masyarakat. Hal ini telah menjadi contoh untuk pembangunan masa depan. Pendekatan holisme yang dijelaskan dalam buku ini dan pengembangan masa depan telah menjadi tantangan bagi generasi saat ini dan akan datang dalam membangun orang Yali sendiri. Buku ini bahas salah satu aspek, dan masih banyak aspek lain yang belum ditulis, dan itu menjadi tanggung jawab orang Yali tentang diri dan budaya mereka.
Catatan ini di sampaikan pada saat launching buku Judul Buku Damai Di Pegunungan Papua, buku ini dituliskan oleh Pdt.Dr. Siegfried Zollner dalam bahasa Jerman yang diterjemahkan oleh Pdt. Dr. Rainer Scheunemann dilaunching di Aula P3W Padang Bulan pada Minggu (12/03/2023).