Oleh: Victor Yeimo
Deiba adalah seorang aktivis Papua yang memilih pulang dan berjuang di negerinya Papua dengan bekal memimpin aksi-aksi demonstrasi di Jakarta. Dia menemukan penindasan maha dahsyat di depan matanya. Seperti biasanya, sehabis pulang aksi damai yang dipukul mundur polisi, Deiba membaringkan diri. Pikirannya kacau dengan segala situasi penindasan dan perjuangan.
Malam kian larut. Dalam keremangan mimpi, Deiba melihat Marx, sosok dengan jenggot yang tak terelakkan, yang memancarkan kecerdasan dan kebijaksanaan. Di sisi lain, Lenin, seorang pemimpin revolusioner yang penuh semangat, menatap Deiba dengan intensitas yang menggetarkan hati. Keduanya duduk di sebuah ruangan yang penuh dengan buku dan pemikiran-pemikiran mereka yang revolusioner.
Deiba terpaku, tak percaya bahwa dia berada di hadapan pemikir-pemikir besar itu. Dengan penuh hormat, Deiba dengan berani menyapa mereka, “Saudara Marx, saudara Lenin, saya terhormat bisa bertemu dengan kalian”. Tanpa basa basi Deiba memulai percakapan, “saya telah berjuang untuk membebaskan bangsaku, tetapi kadang-kadang rasanya putus asa karena kekuatan penjajah yang begitu besar. Bisakah kalian memberikan nasehat kepada saya?”
Marx dan Lenin saling berpandangan sejenak, lalu dengan senyuman lembut, mereka mengajak Deiba duduk bersama. Marx mulai berbicara, “Deiba, kita memahami penderitaan yang kau alami. Kau sudah belajar bahwa teori tanpa praktek adalah seperti pohon tanpa akar. Namun, praktek tanpa teori adalah seperti kapal tanpa kompas. Penting bagi kita untuk menyatukan teori dan praktek sesuai dengan realitas bangsamu.”
Lenin menambahkan, “Deiba, dalam perjuanganmu, kau perlu memahami kekuatan penjajah dengan baik. Kau harus menganalisis kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang melingkupi bangsamu Papua. Ini adalah dasar yang penting untuk merumuskan strategi dan taktik yang efektif dalam memperjuangkan kebebasan.”
Marx melanjutkan, “Deiba, teori dan praktek saling melengkapi. Teori yang kuat memberikan landasan yang kokoh bagi praktek revolusioner. Namun, teori harus diuji dalam praktek nyata untuk memahami bagaimana realitas penjajahan mempengaruhi kehidupan rakyat. Oleh karena itu, kau harus mendekatkan dirimu dengan rakyat, memahami keinginan dan aspirasi mereka.”
Lenin menambahkan, “Tapi ingat, Deiba, teori dan praktek tidaklah statis. Kita perlu terus beradaptasi dengan situasi yang terus berubah. Jangan takut untuk mencoba strategi baru dan belajar dari pengalaman. Tetap teguh dalam tujuanmu, tetapi fleksibel dalam taktik dan pendekatanmu.”
Deiba mendengarkan dengan seksama kata-kata bijak itu. Dia merasa hatinya dipenuhi semangat baru yang membara. Dia merasa ada banyak lagi yang bisa dipelajari dari kedua tokoh revolusioner tersebut.
Dengan rendah hati, Deiba berkata, “Terima kasih, saudara Marx dan saudara Lenin, atas nasehat berharga yang kalian berikan. Saya berjanji akan menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam perjuangan saya. Namun, saya ingin meminta saran lebih lanjut tentang bagaimana cara mengatasi tantangan dan hambatan yang mungkin terjadi dalam perjuangan kami.”
Marx tersenyum bijaksana. “Deiba, perjuangan revolusioner selalu dihadapkan pada berbagai rintangan dan hambatan. Kalian harus siap menghadapinya dengan kepala dingin dan keberanian yang tak tergoyahkan. Tetapi, ingatlah bahwa perubahan sejati tidak bisa dicapai dengan sendirinya. Kalian harus membangun kesatuan dan solidaritas di antara rakyat yang terjajah, memperluas basis massa perjuangan kalian.”
Lenin menambahkan, “Deiba, penting untuk menjaga semangat kritis dan melawan segala bentuk opportunisme. Kalian harus tetap setia pada prinsip-prinsip revolusioner, menolak segala bentuk kompromi yang mengorbankan tujuan perjuangan kalian. Dalam hal ini, pendidikan politik dan kesadaran kelas sangat penting. Bentuklah kader-kader yang militan dan berkomitmen untuk perjuangan yang lebih besar.”
Deiba mengangguk penuh pengertian. “Saya akan melaksanakan saran kalian dengan penuh keyakinan. Namun, saya juga ingin tahu bagaimana cara membangun strategi yang efektif dan relevan dengan realitas lokal kami.”
Marx menjawab, “Deiba, setiap perjuangan revolusioner harus berdasarkan analisis yang akurat terhadap kondisi sosial dan ekonomi. Studi tentang kelas-kelas sosial, kekuatan penjajah, dan kelemahan mereka adalah kunci untuk membangun strategi yang efektif. Gunakan ilmu pengetahuan dan data yang kalian peroleh untuk merumuskan rencana dan taktik yang tepat.”
Lenin mengangguk setuju. “Tetapi jangan lupakan pentingnya mengintegrasikan teori dengan praktik dalam konteks spesifik yang dihadapi oleh bangsamu. Kalian harus beradaptasi dengan kondisi nyata dan mengubah strategi kalian jika diperlukan. Tetap fleksibel, tetapi jangan pernah kehilangan tujuan yang mulia.”
Deiba masih merasa haus akan pengetahuan dan pemahaman yang lebih dalam. Dia ingin mengetahui bagaimana cara menyatukan budaya dan agama dalam perjuangan revolusioner yang dia jalani. Dengan penuh antusias, dia bertanya kepada Marx dan Lenin, “Saudara Marx dan saudara Lenin, dalam perjuangan kami, kami dihadapkan pada keberagaman budaya dan agama di bangsa kami. Bagaimana cara menyatukan elemen-elemen ini dalam perjuangan revolusioner kami?”
Marx menjawab dengan bijaksana, “Deiba, keberagaman budaya dan agama adalah aset yang berharga dalam perjuangan revolusioner. Tidak perlu menghapus atau meniadakan identitas budaya dan agama masyarakatmu. Sebaliknya, gunakan keberagaman ini sebagai kekuatan untuk mempersatukan rakyatmu dalam perjuangan yang lebih besar.”
Lenin menambahkan, “Deiba, penting bagi perjuangan revolusioner untuk mendorong persatuan di antara kelompok-kelompok budaya dan agama yang berbeda. Fokus pada persamaan tujuan dan kepentingan yang mereka miliki sebagai rakyat yang terjajah. Berikan ruang bagi mereka untuk menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka dalam perjuangan kalian.”
Deiba mengangguk penuh pengertian. “Jadi, kita harus membangun kesadaran solidaritas di antara kelompok-kelompok budaya dan agama tersebut?”
Marx menjawab, “Tepat sekali, Deiba. Komunikasi dan dialog adalah kunci untuk memahami perbedaan dan menemukan titik persamaan. Bentuklah ruang diskusi dan pertukaran budaya serta keyakinan agama yang saling menghormati. Ini akan membantu menguatkan persatuan dan mengurangi potensi konflik yang bisa dimanfaatkan oleh kekuatan penjajah.”
Lenin melanjutkan, “Deiba, dalam perjuanganmu, kau harus mempromosikan kesadaran kelas yang kuat di antara rakyatmu. Ajarkan mereka tentang pentingnya memperjuangkan kebebasan dan martabat bersama sebagai satu entitas, melampaui perbedaan budaya dan agama. Gunakan budaya dan agama sebagai kekuatan yang menguatkan perjuangan, bukan sebagai pemisah atau alat pengkotak-katik.”
Marx dan Lenin tersenyum penuh harapan. “Deiba, langkah-langkahmu adalah langkah-langkah yang tepat. Teruslah menyatukan budaya dan agama dalam perjuanganmu, dan jadilah inspirasi bagi bangsamu. Perjuanganmu akan memberikan bukti bahwa perbedaan dapat menjadi kekuatan yang menyatukan, bukan pemisah. Majulah dengan keyakinan dan semangat yang tak tergoyahkan.”
Deiba dengan penuh antusiasme melanjutkan diskusi dengan pertanyaan yang sangat relevan. “Saudara Marx dan saudara Lenin, saya ingin mengetahui bagaimana kita dapat membangun persatuan nasional yang kuat di antara berbagai organ perjuangan dalam persatuan demokratik?”
Marx mengangguk mengapresiasi pertanyaan tersebut. “Deiba, membangun persatuan nasional dalam persatuan demokratik adalah suatu keharusan untuk mencapai kekuatan kolektif yang kuat. Penting untuk mengatasi perbedaan-perbedaan yang ada dan menciptakan kesadaran kolektif di antara berbagai organ perjuangan. Salah satu kunci utamanya adalah adanya dialog terbuka dan saling mendengarkan di antara semua pihak.”
Lenin menambahkan, “Kita harus memahami bahwa persatuan nasional tidak berarti menghapuskan perbedaan atau menyeragamkan semua organ perjuangan. Sebaliknya, itu berarti membangun kesadaran yang inklusif dan menghormati keberagaman perspektif dan tujuan yang ada. Dalam persatuan demokratik, kita harus menciptakan ruang untuk diskusi, perdebatan, dan pemikiran kritis yang saling menghormati.”
Deiba menyimak dengan seksama. “Jadi, komunikasi yang terbuka dan saling mendengarkan antara organ-organ perjuangan dalam persatuan demokratik sangat penting. Bagaimana cara kita memastikan bahwa setiap organ perjuangan merasa didengar dan dihargai?”
Marx menjawab, “Deiba, penting untuk menciptakan mekanisme partisipatif dalam persatuan demokratik. Ini dapat dilakukan melalui forum, pertemuan, atau mekanisme lainnya di mana semua pihak memiliki kesempatan untuk berbicara, berbagi pandangan, dan memberikan kontribusi. Juga, penting untuk memberikan ruang bagi representasi setiap organ perjuangan dalam pengambilan keputusan kolektif.”
Lenin menambahkan, “Selain itu, transparansi dan akuntabilitas juga merupakan faktor penting dalam membangun persatuan nasional yang kuat. Semua organ perjuangan harus menghormati dan mematuhi prinsip-prinsip demokrasi internal, dan mengungkapkan secara jujur tujuan, strategi, dan keputusan mereka kepada semua anggota persatuan.”
Deiba merenungkan jawaban mereka dengan hati yang penuh semangat. “Saudara Marx dan saudara Lenin, pemahaman dan nasehat kalian sangat berharga. Saya menyadari bahwa membangun persatuan nasional dalam persatuan demokratik membutuhkan komunikasi yang terbuka, saling mendengarkan, dan inklusif. Saya akan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam perjuangan kami, dengan harapan dapat membangun kesatuan yang solid di antara organ-organ perjuangan untuk mencapai tujuan bersama.”
Marx dan Lenin tersenyum penuh harap. “Deiba, semangatmu dan komitmenmu sangat menginspirasi. Teruslah berjuang untuk membangun persatuan nasional yang kuat dan mencapai tujuan bersama dalam persatuan demokratik. Dengan kesatuan dan kolaborasi, kamu akan menjadi kekuatan yang tak terhentikan dalam perjuangan menuju kebebasan dan keadilan bagi bangsamu.”
Deiba masih merasa ingin memperdalam pemahamannya. Kali ini, dia ingin mengetahui bagaimana caranya menjelaskan filsafat perjuangan dengan sederhana kepada rakyat awam. Dengan rendah hati, dia bertanya kepada Marx dan Lenin, “Saudara Marx dan saudara Lenin, terkadang sulit bagi kami untuk menjelaskan filsafat perjuangan secara sederhana kepada rakyat awam. Bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan konsep-konsep kompleks ini agar dapat dipahami oleh mereka?”
Marx memberikan senyuman bijaksana. “Deiba, menjelaskan filsafat perjuangan kepada rakyat awam memang bisa menjadi tantangan. Namun, hal terpenting adalah menggunakan bahasa yang sederhana dan relevan dengan realitas kehidupan mereka. Hindari penggunaan istilah yang rumit dan abstrak. Fokus pada isu-isu yang mereka alami sehari-hari dan jelaskan bagaimana perjuangan revolusioner dapat memperbaiki kondisi tersebut.”
Lenin mengangguk setuju. “Deiba, buatlah koneksi antara teori dengan kehidupan praktis rakyat awam. Jelaskan bagaimana konsep-konsep perjuangan revolusioner seperti keadilan, kesetaraan, dan pembebasan berhubungan langsung dengan perjuangan mereka melawan penindasan. Ceritakan kisah nyata tentang perjuangan rakyat yang berhasil mengubah nasib mereka dengan menerapkan prinsip-prinsip perjuangan revolusioner.”
Deiba mengambil nasehat itu dengan baik. “Jadi, saya harus menggambarkan filsafat perjuangan sebagai alat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan adil bagi rakyat awam. Memperlihatkan bagaimana perjuangan revolusioner dapat membantu mereka mengatasi kesulitan dan mengejar kebahagiaan yang hakiki.”
Marx tersenyum. “Benar sekali, Deiba. Gunakan bahasa yang sederhana dan analogi yang dekat dengan kehidupan mereka. Jelaskan bagaimana perjuangan revolusioner adalah upaya kolektif untuk mengubah sistem yang tidak adil menjadi sistem yang berpihak kepada rakyat. Berikan contoh konkret tentang bagaimana kesatuan dan perjuangan bersama dapat merobohkan kekuatan penjajah dan menciptakan masyarakat yang lebih adil.”
Lenin menambahkan, “Selain itu, libatkan rakyat awam secara aktif dalam proses perjuangan. Dukung partisipasi mereka dalam diskusi, pengambilan keputusan, dan aksi nyata. Ini akan memberikan mereka rasa memiliki dan menguatkan pemahaman mereka tentang perjuangan revolusioner.”
Marx dan Lenin tersenyum. “Deiba, keinginanmu untuk menyebarkan pemahaman tentang perjuangan revolusioner kepada rakyat awam adalah langkah yang penting dan mulia. Teruslah berkomunikasi dengan mereka, dengarkan harapan dan kekhawatiran mereka, dan bantu mereka melihat bahwa perjuangan revolusioner adalah jalan menuju kehidupan yang lebih baik. Jadilah suara mereka, dan perjuanganmu akan semakin kuat.”
Deiba mendengarkannya dengan serius. Dia tahu betapa sulitnya menyadarkan rakyat terjajah akan kondisi penindasan yang mereka alami dan mengapa mereka terkadang lebih memilih untuk melakukan kompromi dengan penguasa penjajah. Setelah berpikir sejenak, Deiba menjawab, “Saudara Marx dan saudara Lenin, bagaimana strategi terbaik untuk menyadarkan rakyat terjajah dan membantu mereka melihat pentingnya berjuang untuk kebebasan?”
Marx memandang Deiba dengan penuh pengertian. “Deiba, kita harus memahami bahwa kesadaran rakyat terjajah sering kali terhalang oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang menghimpit mereka. Selain itu, propaganda dan manipulasi dari penguasa penjajah juga dapat mempengaruhi pemikiran mereka. Oleh karena itu, strategi untuk menyadarkan mereka haruslah komprehensif dan berkelanjutan.”
Lenin mengangguk setuju. “Deiba, pendidikan adalah kunci untuk mengubah kesadaran rakyat terjajah. Berikan pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang kondisi penjajahan yang mereka alami. Bantu mereka melihat akar masalah dan dampak negatif dari kompromi dengan penjajah. Buatlah sekolah rakyat dan program pemberdayaan yang dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang hak-hak mereka dan membangkitkan semangat perjuangan.”
Marx melanjutkan, “Selain itu, bangunlah kesadaran kolektif dan solidaritas di antara rakyat terjajah. Dorong partisipasi aktif dalam kelompok-kelompok perjuangan, serikat buruh, atau organisasi sosial. Ajarkan mereka kekuatan yang ada dalam persatuan dan kerjasama. Ketika mereka merasakan kekuatan bersama, mereka akan lebih cenderung untuk menolak kompromi dengan penjajah.”
Lenin menambahkan, “Strategi lainnya adalah dengan mengungkapkan kebenaran tentang penjajahan melalui media alternatif dan jaringan komunikasi yang ada. Sampaikan kisah-kisah nyata tentang perjuangan dan keberhasilan bangsa-bangsa lain yang telah membebaskan diri dari penjajahan. Jalin solidaritas lintas bangsa untuk memperkuat perjuangan rakyat terjajah dan bantu mereka memahami bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan mereka.”
Deiba mengambil nasehat dengan penuh tekad. “Terima kasih atas panduan kalian, saudara Marx dan saudara Lenin. Saya akan menerapkan strategi ini dalam usahaku untuk menyadarkan rakyat terjajah. Saya akan membangun lembaga pendidikan, memperkuat kesadaran kolektif, dan menyebarkan informasi melalui media alternatif. Saya percaya bahwa dengan ketekunan dan upaya yang berkelanjutan, kami dapat membantu mereka melihat pentingnya berjuang untuk kebebasan dan martabat.”
Marx dan Lenin tersenyum puas. “Deiba, perjuanganmu adalah perjuangan bagi keadilan dan kebebasan. Teruslah menjalankan strategi untuk menyadarkan rakyat terjajah, dan jangan pernah menyerah. Ketika mereka menyadari kondisi penindasan yang mereka alami dan memperoleh kekuatan dari persatuan, perjuanganmu akan semakin kokoh dan berhasil.”
Deiba menganggukkan kepala, menunjukkan bahwa dia memahami pentingnya memikirkan tujuan sosialisme setelah merdeka dari penjajah. Setelah berpikir sejenak, Deiba memberi jawaban, “Setelah kita merdeka dari penjajah, tujuan sosialisme adalah menciptakan masyarakat yang adil, merata, dan berkeadilan sosial. Ini berarti menghapuskan segala bentuk penindasan, eksploitasi, dan ketidaksetaraan yang ada dalam sistem kapitalis. Sosialisme bertujuan untuk memberdayakan rakyat, menghargai hak asasi manusia, dan memenuhi kebutuhan dasar setiap individu.”
Marx melanjutkan, “Tujuan sosialisme adalah mengubah struktur ekonomi dan politik yang didasarkan pada kepemilikan pribadi dan eksploitasi menjadi sistem yang lebih kolektif dan berpihak kepada rakyat. Ini dilakukan melalui redistribusi kekayaan, nasionalisasi sektor kunci ekonomi, dan partisipasi aktif rakyat dalam pengambilan keputusan politik.”
Deiba menyerap informasi itu dengan antusiasme. “Jadi, tujuan sosialisme adalah menciptakan masyarakat yang mengutamakan kesejahteraan bersama, kesetaraan, kebebasan individual, dan partisipasi aktif semua anggotanya. Ini mencakup pembangunan sistem pendidikan dan kesehatan yang merata, perlindungan sosial yang kuat, akses yang adil terhadap sumber daya, dan penghapusan ketidaksetaraan ekonomi yang berlebihan.”
Marx dan Lenin tersenyum puas. “Benar sekali, Deiba. Tujuan sosialisme adalah membangun masyarakat yang berdasarkan keadilan, kesetaraan, dan solidaritas. Ini adalah perjuangan yang membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh anggota masyarakat. Ingatlah bahwa sosialisme tidak hanya tentang tujuan akhir, tetapi juga proses transformasi sosial yang berkelanjutan.”
Deiba, dengan tajam dan cerdas, melanjutkan diskusi dengan pertanyaan yang relevan. “Saudara Marx dan saudara Lenin, mengapa kemerdekaan nasional begitu penting dalam mencapai tujuan sosialisme?”
Marx memberikan senyuman yang berarti. “Deiba, kemerdekaan nasional memiliki peran yang sangat penting dalam perjuangan menuju sosialisme. Ketika sebuah bangsa masih terjajah, mereka tidak memiliki kendali penuh atas kebijakan politik, ekonomi, dan sosial mereka. Kondisi ini membatasi kemampuan mereka untuk menerapkan prinsip-prinsip sosialis dan membentuk masyarakat yang adil.”
Lenin setuju, “Kemerdekaan nasional memberikan suatu landasan yang kuat untuk membangun sosialisme. Dalam kerangka kemerdekaan, bangsa tersebut dapat merumuskan dan melaksanakan kebijakan ekonomi dan sosial yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka sendiri. Mereka dapat menentukan jalannya sendiri dalam membangun sistem sosialis yang memenuhi kondisi dan keunikan mereka.”
Deiba meneruskan, “Jadi, kemerdekaan nasional memberikan bangsa kebebasan untuk menentukan takdir mereka sendiri dan merancang transformasi sosial yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai mereka?”
Marx menanggapi, “Tepat sekali, Deiba. Kemerdekaan nasional memberikan bangsa kendali atas sumber daya mereka sendiri, mengurangi ketergantungan terhadap kekuatan asing, dan memungkinkan mereka untuk mengarahkan perubahan sosial sesuai dengan kepentingan dan aspirasi mereka. Tanpa kemerdekaan nasional, bangsa tersebut mungkin terjebak dalam jaringan eksploitasi dan penindasan dari negara-negara imperialis.”
Lenin menambahkan, “Selain itu, kemerdekaan nasional membangun kesadaran nasional dan persatuan di antara bangsa tersebut. Ini penting dalam mengatasi perbedaan internal dan mempersatukan semua elemen masyarakat dalam perjuangan sosialis. Kesadaran nasional yang kuat merupakan fondasi yang solid untuk membangun solidaritas dan persaudaraan dalam mencapai tujuan sosialisme.”
Deiba merenungkan kata-kata mereka dengan hati yang penuh semangat. “Saudara Marx dan saudara Lenin, saya menghargai pencerahan kalian. Saya semakin memahami bahwa kemerdekaan nasional adalah prasyarat penting dalam mencapai tujuan sosialisme. Dalam perjuangan kami untuk sosialisme, kami harus terus berjuang untuk merdeka dari penjajah dan mendapatkan kendali atas nasib dan kehidupan kami sendiri.”
Marx dan Lenin tersenyum dengan bangga. “Deiba, semangatmu dan pemahamanmu sangat menginspirasi. Teruslah berjuang untuk kemerdekaan nasional dan sosialisme. Dalam memperjuangkan kebebasan dan keadilan bagi bangsamu, kamu juga berkontribusi pada perjuangan global untuk masyarakat yang lebih baik dan adil.”
Dengan tekad yang lebih kuat, Deiba bersumpah akan terus berjuang untuk kemerdekaan nasional dan sosialisme. Dia menyadari bahwa kedua tujuan tersebut saling terkait dan saling memperkuat. Dengan demikian, dia akan terus memimpin perjuangannya dengan keberanian dan keteguhan hati, dengan harapan dapat membawa masyarakatnya menuju pembebasan.
Tiba-tiba, Deiba terbangun dari mimpi yang begitu berkesan. Matanya terbuka, dan ia menemukan dirinya kembali di kenyataan, di kamar tidurnya yang tenang. Udara pagi yang segar mengalir masuk melalui jendela, dan sinar matahari perlahan menyapa wajahnya.
Sementara perjumpaan dengan Marx dan Lenin hanya menjadi kenangan dalam alam mimpi, semangat yang mereka tanamkan di dalam diri Deiba tetap menyala terang. Dalam keheningan pagi, ia merenungkan pesan-pesan revolusioner yang ia saksikan dalam mimpi itu.
Meski tak lagi bersama dengan tokoh-tokoh hebat itu, Deiba menyadari bahwa tanggung jawab perjuangan masih menantinya di dunia nyata. Ia mengambil nafas dalam-dalam, memenuhi dadanya dengan tekad dan semangat yang ia temukan di dalam mimpi.
Dengan langkah mantap, Deiba bangkit dari tempat tidurnya. Ia tahu bahwa mimpi yang ia alami adalah sebuah panggilan, sebuah pesan dari sejarah yang menuntunnya untuk beraksi. Ia mengetahui bahwa perubahan tidak akan terjadi dengan sendirinya, melainkan harus diusahakan dengan tindakan nyata.
Emawa, Kamwolker 2023
Berikan Komentar Anda