*Seorang dibedakan bukan,
karena laki-laki atau perempuan,
tetapi kemampuannya berprestasi
dan bersikap baik … .
Sekapur Sirih
Selaku bagian terkecil dalam komunitas Asmat sejak Juli 1996 hingga sekarang dan masa tugas berakhir pengalaman hidup terlampau dalam berkesan, terlebih dalam persoalan gender. Budaya patriakhal yang mengakar teramat dalam pada kehidupan komunitas, nyaris tak terpisahkan, kecuali para pelaku di dalamnya bersepakat untuk berubah –adalah perempuan itu sendiri. Patriakhal menempatkan seorang perempuan selaku obyek penyerta, laki-laki pelaku. Suatu situasi yang teramat pahit, karena patriakhal selalu berakhir dengan kekerasan. Musuh perempuan sesungguhnya bersembunyi di balik selimut, di balik kelambu. Akan tetapi, penindasan tak dapat dibalas dengan penindasan, kekerasan tak dapat pula dilawan dengan kekerasan. Seperi halnya zaman yang berubah, pandangan tradisionil hutang darah bayar darah, hutang gigi bayar gigi mesti pula berubah. Kisah-kisah kelam ketika istri kepala perang dibantai telah lama berlalu, millenium bertandang untuk suatu harapan ke depan ketika gelombang reformasi terus mengombak, membawa kehidupan masyarakat pada sendi-sendi yang lebih baik. Demikian pula dalam relasi gender, seorang perempuan berhak mengatakan “Tidak”, seorang perempuan berhak mendapat dukungan dari pihak keluarga, masyarakat serta kebijakan pemerintah untuk mendapatkan jaminan pendidikan. Seorang perempuan harus mampu melampaui pendidikan –proses panjang berjenjang yang berpotensi mengubah takdir hidup. Demikian pula takdir hidup Teweraut — Magdalena, seorang anak Asmat yang terlahir kemudian beranjak dewasa di dusun sagu.
Suatu keberuntungan bahwa ia terlahir dari ibu keturunan langsung kepala perang, ayah kepala kampung yang memberinya perlindungan selaku anak perempuan. Kekuatan seorang ibu mengantarnya ke bangku sekolah adalah langkah awal yang mengubah keseluruhan takdir hidup. Apa sesungguhnya kehidupan? Kecuali binary oposisi, yin yang –dua hal berlawanan, tetapi tidak saling bertentangan, seperti halnya siang dan malam, seperti halnya gelap dan terang, mengingat dan melupakan. Suka duka benar tak terpisahkan, serupa gula dan kopi yang diseduh air mendidih setiap pagi pada cangkir yang sama. Dengan suatu dorongan alamiah Teweraut melewati, hingga suatu ketika ia sampai pada posisi yang tidak mudah dicapai Teweraut – Teweraut lain, mendapatkan bea siswa S2 ke University de Bordeaux, Perancis.
Seorang tokoh dalam Novel Etnografi bisa ada dan tidak, atau bayang samar antara ada dan tiada, suatu sosok yang hadir dan mampu bertahan dalam segala kesulitan untuk menjadi diri sendiri. Apakah Teweraut benar ada, bukanlah suatu pertanyaan yang menyebabkan galau. Bahwa seorang anak Asmat dapat memenangkan bea siswa ke University de Bordeaux, Perancis adalah suatu keniscayaan, adalah suatu harapan pada saatnya hal itu benar terjadi. Harapan adalah berkas sinar yang mendorong siapapun untuk bertahan dalam keadaan paling pahit sekalipun.
Suatu harapan pula, bahwa kisah ini akan menjadi suatu pesan bagi setiap pembaca untuk mengakui kesetaraan. Selamat membaca.
Salam,
Dewi Linggasari
Prolog
Kini aku berada di dalam kabin Qatar Airways, Airabus A380, pesawat seharga 289 juta dollar, maskapai penerbangan Qatar dalam perjalanan ke Bordeaux, Perancis untuk memulai study gender S2. Beragam perasaan berkecamuk seolah tanpa ujung ketika mesin pesawat mulai berdengung untuk memulai penerbangan panjang, transit di Bandara Doha, Qatar kemudian menuju Charles de Gaulle Airport selama kurang lebih setengah hari, menuju benua tempat dongeng Putri Salju berasal. Sepuluh tahun lalu saat masih gadis belia di tanah berlumpur Asmat –Papua aku tak pernah membayangkan untuk sampai pada hari ini. Hidup selalu berselubung kabut misteri, setelah melalui malam panjang berlumuran hitam tinta sampai kiranya pada fajar benderang dengan cahaya emas sang surya. Sekilas aku menatap ke deretan kursi penumpang, rata-rata adalah orang-orang berkulit putih atau sawo matang. Hanya beberapa berkulit hitam serta berambut ikal, aku sempat bertatapan dengan seorang ibu dengan penampilan sama, kulit yang teramat legam. Mungkin orang Afrika, kami sempat tersenyum menyatakan kebersamaan dan persamaan.
Ketika pramugari yang ayu dan santun menawarkan gula-gula di atas piring yang indah aku memungutnya dua butir. Penerbangan selalu diawali dengan mengulum gula-gula. Kemudian pesawat raksasa ini bergerak menempatkan diri di ujung landasan pacu, di atas langit sama birunya dengan laut. Kali ini penerbanganku yang kedua ke luar negeri, setelah satu semester di Lemonosov Moscow State University untuk penulisan skripsi. Tanpa sadar rasa gentar menyergap, aku akan menetap untuk jangka waktu yang cukup panjang pada suatu tempat yang sama sekali baru dengan kebiasaan serta adat isti adat yang berbeda pula. Aku akan menjadi bagian kecil di dalamnya, aku tak pernah tahu –tak seorangpun akan tahu apa yang akan terjadi pada hari-hari mendatang, bahkan satu jam setelah pesawat ini mengudara. Akan tetapi, aku berkesungguhan untuk melaluinya.
Ketika dengan kekuatan pasti pesawat mulai menukik tanpa sadar sepasang mataku terpejam dan berembun. Wajah mama kembali terbayang, seorang perempuan bersahaja yang berpulang menuju keabadian sebelum aku sempat beranjak dewasa. Andai mama bisa mengantar pada perjalanan panjang hari ini, tetapi takdir hidup menghendaki berbeda. Aku seorang diri dengan kenangan tak pernah pudar akan kehadiran mama, tanpa nasehat serta kasih sayangnya, akankah aku memiliki kesempatan yang sangat baik memenangkan bea siswa Kedutaan Perancis, menyelesaikan berkas-berkas, surat rekomendasi, peluang pada sebuah universitas di Bordeaux kemudian duduk pada lambung Airbus?
Udara dingin di dalam kabin seakan menyedotku ke masa lalu, suatu kurun waktu yang cukup panjang dengan asam garam serta pahit getir yang harus kutelan tanpa kenal ampun. Aku tak harus menyesali segala yang pernah terjadi, ingatan akan terus mengenang sejauh apapun kaki melangkah untuk mencapai cita-cita –menggambar bintang.
Adakah engkau ingin mendengar ceritaku?
No WA Penerbit: 089526500727