Oleh : Chirido Dogopia
“Jangan Melempar Mutiaramu pada Babi” (JK)
Kami telah menguraikan tentang “Berapa Harga Seekor Babi…?”. Kali ini, kami fokus pada Harga Diri Babi. Pertanyaan utamanya, apakah Babi memilki harga diri …?
Seekor Babi memang dalam kebudayaan orang Papua, memilki nilai budaya dan nilai politik-sosial ekonomis yang sangat tinggi. Dalam kebudayaan orang Papua (Pegunungan), acara adat / pesta adat / upacara adat selalu menggunakan babi. Dalam konteks ini, Babi dinilai sebagai hewan sakral. Melalui babi inilah, acara adat dapat terlaksana. Sebab, Babi adalah Penentu apakah acara adat dilakukan atau tidak.
Dalam konteks Budaya juga, Babi lazimnya digunakan sebagai Mahar Kawin. Si mempelai pria membayar mahar beberapa ekor babi kepada keluarga dari mempelai wanita. Lazim juga digunakan dalam pembayaran denda adat. Misalnya kasus-kasus pembunuhan atau tuduhan palsu, dll.
Upacara adat perdamaian antara sesama suku dan atau suku lainnya, akibat perang menggunakan Babi sebagai Kurban sembelihan yang mengikat tali perdamaian. Dengan menyembelih Babi dan Makan Bersama, orang mengikat sumpah janji untuk saling berdamai satu diantara yang lain dan atau suku-suku yang bertikai.
Apakah Babi punya harga diri…? Punya dan tidak tergantung pada konteks budaya dan situasi setempat dalam memandang si Babi. Selain itu, Tergantung pada Siapa dan atau dari suku mana menilai fungsi Babi dalam kebudayaan suku masing-masing.
Orang Papua, sangat tahu, nilai dan fungsi Babi dalam kebudayaannya. Tidak sembarang orang Papua Piara Babi. Orang Papua tahu, Babi tujuan yang hendak ia capai dari pemeliharaan Babi. Sebab, ada Babi piara yang khusus untuk dipersembahkan dalam acara-acara adat tertentu, ada Babi yang dipelihara untuk dipersembahkan pada moment penting di keluarga dan atau sukunya. Ada Babi yang sengaja dipelihara untuk dipersembahkan ke pada kerabat dan atau handaitaulan, dan ada babi yang dipelihara untuk pembayaran mahar kawin.
Pandangan babi seperti di atas, barangkali berbeda dengan pandangan orang luar (non Papua) di West Papua. Sebaliknya, bagi mereka Babi adalah Binatang yang menjijikan, Haram dan tidak layak dikonsumsi.
Namun, karena Mereka (non Papua) ada di West Papua, maka Babi menjadi peluang bagi mereka untuk dipelihara dan dijual. Bagi orang Luar, Babi hanya memilki nilai Ekonomis semata. Walaupun mereka tidak mengkonsumsi Babi dan memandang Babi itu jijik dan haram, tetapi karena nilai ekonomisnya.
Seperti itulah Pandangan NKRI terhadap OAP.
RB. UNIKAB