Oleh: Mikael Aud
“Nai, saya punya mama pernah mimpi, jika suatu waktu saya akan terpilih sebagai uskup.”
Penulis tidak mengetengahkan sepenggal kalimat ini sebagai ramalan bahwa Reverendus Dominus (RD) Dr. Yanuarius Teofilus Matopai You akan terpilih sebagai Uskup Jayapura. Namun, maksud penulis adalah matopai sudah meneropong tanda-tanda bahwa kelak dia terpilih sebagai uskup, salah satunya adalah mimpi mamanya ini.
Saat itu bertepatan dengan dies natalis ke-55 Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura dan penyambutan program magister (S2), matopai menyampaikan keyakinan mimpi mamanya ini di rumah studi frateran Maria Vianney Keuskupan Jayapura (secara khusus kepada salah seorang frater). Alur mimpi itu tidak disampaikan, tapi tampaknya matopai yakin bahwa takhta apostolik Vatikan kelak memilihnya menjadi uskup.
Tentu karena itu, di masanya sebagai ketua STFT Fajar Timur beliau memperjuangkan Program Magister Teologi Pastoral sebagai jejak kariernya dalam pendidikan yang akan dimulai oleh angkatan tahun 2022-2023.
“Nai, saya orang sangat perhatian terhadap pendidikan. Secara resmi saya akan umumkan program magister ini pada HUT STFT Fajar Timur yang ke-55 pada hari ini. Karena ini sudah lama menjadi kerinduan tersendiri ketika saya menjadi dosen pengajar tetap hingga sekarang (sebagai ketua sekolah. Untuk meraih ini (program magister), saya sendiri menyelesaikan studi program pendidikan strata 3 (S3) yang ditujukan untuk memperoleh gelar akademik doktor sebagai gelar akademik tertinggi di Universitas Cenderawasih.”
Ekspresi seorang frater dan mahasiswa STFT, baik alumni maupun, mereka yang sedang menempuh studi, apresiasi tangis keharuan pasti ada dan dapat diukir dengan caranya masing-masing. Terkhusus untuk dua peristiwa (antara perjuangan program magister dan terpilih sebagai uskup) oleh matopai ini. Namun terasa cukup banyak jika semuanya harus dituliskan dalam waktu singkat. Karena itu salah satu tulisan yang ada di hadapan pembaca ini akan hadir secara per edisi pertama untuk mengapresiasi, sekaligus menempatkan posisi matopai sebagai uskup atau ap kain/tonowi.
Masyarakat Hubula (Wamena) yang menyebut sosok pemimpin bijaksana, loyal, cerdas, ulet, rendah hati, dengan sebutan ap kain ini. Kelayakan matopai mendapat gelar ini sudah terbukti melalui terpilihnya uskup, yang serupa ada dalam konsep kebiasaan budaya Hubula, yaitu posisi sosialnya sebagai pemimpin.
Tentu hal-hal ini ada unsur-unsur sakralitas yang mendasarinya, baik dari materi, maupun formal.
Tulisan ini merupakan awalan untuk menghantar matopai hingga tahbisan uskup setelah tiga bulan menjalani masa persiapan dari hari ini, Sabtu 29 November 2022. Paling kurang edisi berikut akan dijelaskan posisi uskup dan ap kain dan karya-karya dari berbagai sumber, langsung maupun tidak langsung.
Intinya adalah mimpi dari mama matopai di atas, hari ini telah terbukti dan menjadi suatu pembuka jalan (kebadaby) bagi orang Papua. Dirinya adalah orang asli Papua pertama dan imam projo pertama yang tercatat dalam sejarah Gereja Katolik Papua sebagai uskup, setelah misonaris membuka misi di tanah Papua pada 22 Mei 1894. (*)
Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura, Jayapura