Saya sebagai orang Melayu, yang lahir di Jakarta, yang mempelajari ilmu-ilmu sosial dan belum lama tinggal di Papua ini sedang melihat kamu terlena tetapi sesungguhnya kamu sedang mati, bangsa kamu akan segera tinggal cerita.
Karena itu, saya hanya mau memberitahukan tanda2 kematian masa depan anda secara pribadi dan bangsamu di masa depan.
Saya cukup beritahu dan anda sendirilah cari solusinya, apa solusi yg tepat atas kondisimu, kondisi bangsamu. Berikut tanda-tanda kamu orang Papua dan bangsamu akan tinggal cerita segera:
Pertama, kalian, orang Papua kini punya satu musim baru. Musim yang tak banyak saya jumpai di Jawa, bahkan dalam buku sejarah.
Bukan hanya musim matoa, musim kemarau atau musim mangga, musim muntaber untuk anak-anak kalian. Tapi, musim baru kalian adalah musim kematian tiba-tiba.
Hari-hari ini, tidak hanya pimpinan gereja kalian saja yang mati tiba-tiba tetapi lihatlah di sekeliling anda, banyak orang Papua mati tiba-tiba. Tidak ada yang tahu pasti penyebab musim baru itu. Mereka mati misterius.
Kedua, ini lanjutan dari yang nomor satu di atas. Kalian orang Papua kini punya satu penyakit baru yang belum banyak dijumpai di dunia kedokteran modern. Penyakit itu ialah penyakit “jatuh”.
Para pemimpin gereja kalian mati karena penyakit “jatuh”. Ini penyakit berbahaya. Coba kalian, orang Papua renungkan, Pastor Nato Gobay, jatuh tiba-tiba di kamar mandi dan meninggal. Itu setelah 30 menit sebelumnya memimpin ibadah di salah satu gereja katolik di Nabire sana.
Pastor Yulianus Mote, dikabarkan jatuh pingsang tiba-tiba di bandar udara wamena saat berangkat dari Jayapura ke Wamena. Ia berobat ttp tdk tertolong dan meninggal.
Pastor Neles Tebay jatuh tiba-tiba di ruang kuliah di salah satu kampus calon imam di Jayapura. Ia berobat dan tdk tertolong dan kemudian meninggal.
Kemudian, Uskup Timika, Mgr. John Philip Saklil jatuh di halaman rumah uskup dan meningal. Ia meninggal setelah sebelumnya memimpin misa.
Kalian, orang Papua tahu bahwa mereka jatuh karena mereka ini pimpinan umat dan informasinya disebarkan. Coba cari tahu dan hitung sekeling anda, berapa orang lain lagi yang mati dengan model ini. Banyak.
Ketiga, para pimpinan kalian mati misterius. Dalam sejarah yang saya pelajari, kematian pemimpin adalah pukulan telak, ia adalah kematian sebuah komunitas, kematian bangsa.
Kematian pemimpin adalah duka panjang, bukan karena semata2 kehilangan fisik tetapi ia membawa pergi ide, gagasan, semangat, dan visi.
Mereka yang meninggal saat2 ini adalah pemimpin gereja. Banyak pemimpin kalian di birokrasi dan politik juga mati misterius, ada yang pelan2, ada yang mati seketika.
Kalian tahu, Arnold Ap, Theys, Gubernur Salosa, Wospakrik, Agus Alua, dan anda pasti tahu yang lain. Yang wajar adalah meninggal normal karena sakit atau sudah umur tua. Anda pasti tahu yg mati berlumuran darah, pasti banyak. Ini yg misterius..
Keempat, kalian banyak doktor dan master. Sarjana berlimpah. Ada tamatan luar negeri, ada tamatan dalam negeri dan ada yg tamat di tengah realitas yang membunuh kalian di Papua.
Tp, kalian diam atas masalah2 bangsamu yang sudah stadium empat ini, jika itu adalah penyakit.. Gelar kalian hanya di atas kertas, tak bisa buat apa2 untuk tanah airmu.
Anda hanya urus perutmu, anda hanya urus jabatanmu, anda terhanyut dalam rutinitasmu dan tepuk dada, bangga dgn gelarmu. Anda tidak menulis, anda tidak buat kajian, anda tidak berjuang, anda jijik berada di jalanan untuk melawan, anda tidak menjadi diplomat, anda tidak urus tanah adatmu, anda tidak mendidik kaummu.
Itu artinya, anda memang ingin membiarkan bangsmu mati atau gelarmu hanya di atas kertas dan tidak belajar sungguh2 untk mengerti realitasmu. Apakah anda sengaja ataupun tidak paham, yang jelas, saya mau memberitahu bahwa, ketika orang sekolah (doktor, master, dan sarjana) diam membisu maka itu tandanya bangsa itu sedang mati pelan-pelan.
Matinya aktivitas intelektual adalah matinya sebuah bangsa.
Kelima, orang Papua lupa budaya. Budaya bukan sekedar pakaian adat, tapi keseluruhan tatanan kehidupan: religi, sistem politik, mata pencaharian, kesenian, peralatan, bahasa, sistem dan pengetahuan.
Kalian gemgang erat2 segala yang baru datang. Lalu, kalian lupa diri dan terlena dan mereka ambil apa yang kalian tinggalkan. Jangankan budaya, anda tinggalkan mamamu sendiri, anda pergi kawin dengan yang putih.
Yang putih dan semua yang datang dari luar lebih baik. Itu cara anda membunuh mamamu, budayamu dan masa depan bangsamu secara pelan tapi pasti.
Keenam, kalian pemalas dan hidup dari belas kasihan dan judi. Kalian, orang Papua itu saya amati pemalas, duduk saja, cerita-cerita saja, habiskan waktu.
Jalan minta sana minta sini sama saudara lain, harap sana harap sini. Setelah dapat uang habiskan saat itu juga, sisanya main judi, togel.
Uang habis jalan minta lg ke saudara padahal sudah sarjana, padahal sehat dan badan kuat, padahal hutanmu luas, tanahmu subur.
Satu pemuda bisa habiskan uang 3 atau 4 juta dalam satu bulan. Uang itu dapat dari mana, sedangkan ia tidak punya pekerjaan, tidak punya kebun, tidak punya ternak? Jawabannya adalah ia dapat dari belas kasihan orang lain dan judi.
Saya ketemu dua pemuda di Kantor Gubernur. Tas mereka berisi. Saya ajak cerita, apa yang mereka isi dan apa kerja mereka. Yang mereka isi adalah proposal dan buku togel.
Mereka begitu polos, saya amati mereka keliling jual2 proposal dari satu ruangan ke ruangan lain di kantor gubernur. Mereka tidak bekerja, satu orang sarjana dan satunya lagi pemuda.
Satu kesempatan, saya dengan beberapa teman kami kerja borongan di tanah Hitam. Kami pendatang dua orang dan mereka anak Papua tiga orang. Kami dibayar masing2 orang Rp. 4.700.000. Satu minggu kemudian, saya tanya, masih adakah yang itu? Uang mereka sudah habis.
Satu orang beralasan, uang itu bayar spp adiknya. Satu lagi, bagi-bagi dengan keluarga. Satu lagi yang parah, ia menyesal karena uang itu habis minum dan main togel. Tidak banyak orang Papua yang saya jumpai hargai proses dan tekun serta hemat.
Sebagian hanya mau cepat jadi dan kejar yang besar, tidak ada usaha2 kecil, kecuali mama2 yang jualan. Anak muda takut jualan, jaga gengsi, jalan rapi2 tapi dompet kosong.
Ketujuh, perempuan muda Papua hancur. Sore-sore, apalagi malam minggu kota Jayapura penuh gadis2 belia Papua bercelana mini. Mulut penuh pinang dan rokok di tangan. Mereka berkelompok hingga larut malam.
Mereka buat apa?
Mereka menunggu bookingan dari siapa saja yg mau ajak jalan, sekedar minuman keras atau seks dengan bayar murah. Yang penting dapat uang, entah 100 rb. Ada yang anak sekolh dan ada yg sdh tdk sekolah.
Saya ajak ngobrol, mereka cerita d rumah tdk ada makanan dan cari uang sekolah. Jika perempuan hancur, bagaimana mereka akan menikah, mengandung, melahirkan anak yg sehat dan mendidiknya menjadi besar untuk gantikan pemimpin kalian yg sudah banyak mati.
Bagaimana mereka akan urus suami jika sdh hancur begini. Perempuan kuat, bangsa kuat.
Kedelapan, orang tua malas tahu dgn pendidikan anak. Tidak ada budaya belajar di rumah. Beberapa rumah di teman2 Papua tdk ada meja belajar untuk anak mereka. Satu kamar, anaknya dengan dua tiga orang tamu dr saudara lain.
Sore hari anak2 tdk ada kebiasaan belajar di beberapa rumah yang saya kunjungi. Makan mlm larut malam sekali, ada yang jam 9, anak yg paling kecil sdh tdr. Ayah dan ibu, punya urusan masing2, tdk dampingi anak belajar.
Pada pagi hari, saya perhatikan di jalanan, tidak banyak orang Papua yg antar anak ke sekolah. Padahal di rumah ada mobil dan motor.
Ada satu pejabat punya mobil dua dan motor ada satu di rumah tp pgi hari dia bagi uang sama anaknya. Dia tdk antar, anak jalan sendiri, naik ojek. Ini bukan soal kasih uang tp ini soal bagaimana bentuk kasih sayang orang tua.
Pendatang juga punya uang tp mereka antar anak mereka, lihat di lampu merah pagi hari. Bicara tuan tanah tp tidak urus pendidikan anak baik2, bagaimana mau jd tuan rumah.
Kesembilan, kakak saya kenal banyak orang Papua yang menyebut diri pengusaha tapi setelah saya tanya pengusaha itu artinya punya CV dan PT. Mereka jalan cari proyek di dinas2, setelah dapat, kerja selesai dan uang habis.
Tdk ada yang buat unit usaha yang profit atau datangkan uang. Ini beda dgn pendatang.
Kesepuluh, jual tanah. Orang Papua jual tanah kepada kami. Kalian tdk kontrakkan. Padahal kalian punya anak banyak. Anak2 kamu akan ke manakan kalau sdh kami kuasai semua.
Kesebelas, sekolah pinggiran dan kampus dan jurusan yang bisa cepat jadi sarjana. Tidak banyak anak2 Papua yg masuk di sekolah bermutu. Anak2 Papua banyak saya jumpai di sekolah2 pinggiran, sekolah yg dpat nilai gampangan dan masuk diperguruan tinggi yg biasa2 pada jurusan2 sosial semua.
Jadi, orientasi mencari nilai dan ijazah, tidak cari kemampuan otak dan keterampikan untuk hidup kalian.
Keduabelas, kampus2 sepi dengan mimbar akademik. Tdk banyak kampus di Papua yg lakukan seminar2 atau aktivitas lain.
Para dosen juga tidak banyak yang menulis karya ilmiah yang terkait dgn bidang ilmu atas kondisi rill di Papua.
Ketigabelas, ruang ekspresi disumbat. Saya lihat hal berbeda di Papua dgn di Jawa. Di sini, orang tdk boleh demo, langsung ditangkap atau dibubarkan dititik aksi.
Ketigabelas, saya tidak jumpa wartawan luar negeri di Papua. Media2 di Papua saya tidak temukan bikin liputan yang berkualitas. Saya menyebut majalah dinding sekolah/pemerintah.
Keempatbelas, yang jual ikan kebanyakan bukan orang Papua, yg jual hasil kebun kebanyakan bukan orang Papua, yang tambang rakyat jg bukan orang Papua, yang jual pinang juga sekarang bukan orang Papua, apalagi kios atau toko.
Kelimabelas, petinggi Papua di Jayapura kebanyakan hanya bicara2 saja di media, tidak banyak aksi nyata. Tidak ada kepercayaan diri juga padahal papua itu kaya dan punya posisi tawar dgn Jakarta yg sangat tinggi.
Keenambelas, birokrasi dan parlemen sdh dikuasai oleh kami. Ketujuhbelas, orang Papua terlalu dewakan kami pendatang. Dewa jadi diberi apa pun, harga dirinya pun kalian berikan, kamu beri marga dan angkat jadikan kepala suku, nobatkan jd anak anaklah. Lalu, di mana posisi kalian orang Papua di sana. Kalian itu sebenarnya sedang bimbang.
Kedelapan belas, kalian orang Papua itu mudah dibeli dan tidak bisa bersatu dan mudah diprovokasi, mudah dikotak2an dengan istilah gunung dan pantai sehingga kalian terhanyut dalam adu domba, lupa daratan tanah besar Papua bahwa kalian adalah tuan tanah.
Kesembilan belas, kalian panas-panas tai ayam dan makan mentah ajaran kasih. Tuhan musnahkan musuh Israel di laut merah.
Keduapuluh, kalian, orang Papua tidak peduli dgn KNPB dan ULMWP, padahal itu sarana perjuangan untuk pembebasan kalian dan bangsa kalian.
Kalian baku makan, kami tertawa. Kalian tambah2 sendiri. Ada banyak tanda kalian ini sesungguhnya akan segera tiada. Pikirkan dan renungkanlah sodara.
Dari sodara kalian,
Willy Sard, Jayapura.