Oleh; Giyai Aleks
Malam-malam singgah di kampung-kampung kecil, hanya ada bayang-bayang lampu pada tubuh rumah kumuh nan bisu. Di bawah atap ilalang berkelinbung dedaunan pula pepohonan, saling menyembunyikan impian dan rindu di pinggiran tungkuh api. Api yang membara itu menghangatkan insani yang bergigil. Dari keroyokan hawa dingin malam, sepoi-sepoi merayapi menyusup sukma, meremukkan tubuh hitam nan dekil, tampaknya.
Dalam kebisingan malam, terkuping kebisikan suara-suara bersua seksama dalam keheningan. Sedang, di jalanan yang remang nan alam yang geming, ramai memadu nyanyian jangkrik, katak nan burung-burung malam bergelora, seakan meramaikan kebisuan yang memecah kesunyian. Bintang di langit lembab, dibasahi awan kelam. Selayang menguping cerita-cerita dalam hening saling mengurai, seribu satu kata tentang dinamika realitas, di bawah kerengangan malam yang tak syahdu, terus asap mengumpal di bubungan atap, cerita serupa keresahan bersua dengan keluh pada tiap rumah di kampung dalam senyap.
Tiada yang tak mungkin dalam sebuah khayalan malam. Semua tergambar jelas dan pasti namun bukanlah keberanian. Sedangkan, senyata-nyatanya hidup hanya menjadi khayalan mati yang nyata dari sebuah cerita kenyataan. Terbawa cerita-cerita dongeng sebelum pengantar tidur, kehidupan yang sepi dan sunyi namun ringkih, terdapat isi kepala yang ramai dengan tanya…kenap dan mengapa?. Hidup cuma sekali, jangan menua tanpa arti. Jika bukan tindakan keberanian yang meriuhkan kebisuan dari realitas kerisauan bathin dalam kehidupan. Memberontak!
Kehidupan semakin pendek untuk insan manusia berharap pada mimpi-mimpi dengan dalam ilusi, sudah tidak bisa harapan ini berlari ke mana-mana. Setiap manusia di lahirkan hanya satu tujuan, ciptakan sejarah atau hilang dalam sejarah dunia. Terlena pada arus fatamorgana konsumerisme ketamakan tirani atau gerah jiwa sekuat gigih memperjuangkan, setidaknya merekonstruksi tatanan kehidupan. Karena setiap penderitaan dan kehancuran nyata bukanlah melemahkan juga melenakan namun justru menguatkan dan mengerahkan. Camkan itu di hatimu! Hidup bukanlah apa yang kamu lakukan, melainkan apa yang kamu rasakan di hatimu. Itulah dinamika sesungguhnya di bawah langit kelam tirani jahanam di negeri koloni.
Tampaklah dengan semua diam itu, aku yang tidak mengerti kamu atau kamu yang tidak mengerti keadaan, entahlah! Kemungkaran di tatap diam-diam. Kebiadaban berjalan dalam diam. Kemunafikan menyebar dengan diam. Kebudayaan mulai degradasi mengikuti globalisasi secara diam. Akhlak dan moral mengikis lewat arus modernitas dalam diam. Penindasan terus padat dan kental secara diam-diam di pelosok tanah air.
Lahirpun dalam situasi diam. Hidup juga berjalan dalam diam-diam. Mati juga dengan diam-diam. Maka dalam liang kuburpun kita akan diam selamanya. Kita juga dibunuh diam-diam. Mengeksploitasi kekayaan alam secara diam-diam. Kita di termarginalkan dari tanah air juga diam-diam. Kita menjadi terbudak melayani tuan tirani kolonial jahanam juga dengan diam-diam. Hidupkan kehidupanmu. Apakah diam itu EMAS dalam BISU dan SENYAP yang TERTINDAS..?
Bumi Meeuwoo, 21/02/21