Neraka Dalam Selimutku

Kesedihan dan kegembiraan - Papua
Ilustrasi foto oleh Belandina Yeimo - Dok. Sastra Papua

Oleh ; Jhon Pakage

 

Wati tinggal dengan kaka perempuannya sejak kedua orang tua mereka meninggal dunia beberapa tahun silam. Wati masih kuliah semester lima di sebuah kampus.

 

Irma kakaknya sudah bekerja di sebuah poliklinik sebagai dokter. Dokter Irma sudah menikah dengan Rudi.

 

Bacaan Lainnya

Dokter Irma menjadi orang tua bagi adiknya bernama Wati. Ia, menyekolahkan Wati dari Sekolah Dasar (SD). Setelah tamat dokter berusaha memasukkan adiknya ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai sudah kuliah.

 

Setelah Wati adiknya sudah di Sekolah Menengah Atas (SMA) barulah dokter menerima pinangan dari keluarga Rudi.

 

Rudi Bekerja di sebuah bengkel. Tetapi karena pendapatannya pas-pasan maka dokter Wati memintanya untuk melanjutkan kerja di sebuah perusahaan milik ayah dari dokter.

 

Sebuah pesan masuk di handphone milik dr, Irma. Pesan itu berasal dari suaminya yang bernama Rudi tadi. Pesan Watshap itu berbunyi.

 

“Sayang… .kamu senang dengan kadonya kah…?”

 

Baru saja dokter membaca tetapi Rudi suaminya menghapus pesan tersebut.

 

Dokter Irma merasa heran kenapa pesan itu langsung di hapus suaminya? Ada apa sebenarnya? Bukankah selama 8 tahun menikah Rudi tak pernah kasih kado?

 

Banyak pertanyaan muncul malam itu. Dokter segera menelepon suaminya untuk menanyakan maksud dari semua itu.

 

Begitu telepon di angkat Rudi, segudang pertanyaan bertubi-tubi di lontarkan dokter.

 

“Kenapa pesannya dihapus? Saya sudah membacanya…,” kata dr Irma.

 

Rudi menjawab ; “Hmh….. sa salah SMS..” katanya. Jawaban ini membuat tanda tanya besar bagi dokter.

 

“Sejak kapan Bapa perhatian dan memberikan saya kado….?” Pertanyaan selanjutnya di lontarkan Irma kepada suaminya.

 

“Mh…..Mhh …” jawaban tersendat di bibir Rudi. Ketika masih hendak bertanya lebih lanjut terdengar suara ketukan pintu membuat dokter tidak fokus lagi ke suaminya.

 

Ia, membuka pintu lalu melihat siapa gerangan yang datang.

 

Adik perempuannya masuk ke dalam rumah.

 

“Kaka sa pulang…”ungkap Wati dengan nada cuek.

 

“Saya pulang ungkap Wati”….. Saat berhadapan kakaknya dokter mencium aroma alkohol dari mulut adiknya.

 

“Kamu dari mana..?? Anak perempuan baru jalan sampai larut malam begini…? Tanya Wati sambil menyelidiki keadaan adiknya.

“Ah sa capek sa mo tidur….” seru Wati. Tapa basa basi. Ia, langsung menuju ke kamar tidurnya.

 

Dokter semakin curiga… Ada apa dengan Adiknya ini.

 

Beberapa saat kemudian dokter menuju ke kamar adiknya… Ia melihat adiknya sudah tertidur. Dokter mendekat untuk menyelimuti tubuh adiknya.

 

Ia…melihat tanda merah di lehernya….wah kenapa bisa begini??? Apakah adikku sudah punya pacar? Siapa orangnya? Banyak pertanyaan muncul, tetapi tidak bisa langsung mendapatkan jawaban karena adiknya telah tertidur pulas.

 

Ia penasaran sehingga dengan penuh tanda tanya membuka Hand Phone (HP) milik adiknya.

 

Dokter terkejut bukan kepalang ketika ia melihat pesan mesra adiknya dengan Rudi suaminya.

 

Ternyata tanda merah di leher adiknya dibuat oleh suaminya. Dokter berusaha tenang walaupun marahnya sudah memuncak.

Ia, kembali ke kamar tamu. Tak lama kemudian suaminya datang.

“Selamat malam tutur Rudi…” katanya. Istrinya menyambut sapaan itu dengan diam dengan mimic wajah tidak seperti biasanya.

 

“Bapak capek….mo mandi dulu,” pungkasnya. Meski demikian, istrinya tetap diam.

 

Rudi menuju ke kamar lalu tak lama berselang suara gemericik air di kamar mandi. Sambil siul… siul… suaminya mandi.

 

Dokter masuk ke kamar tidur. Matanya melihat hendphon suaminya ada di atas kasur.

 

Selama bertahun-tahun tidak pernah memeriksa hendphon suaminya. Karena ia, terlalu percaya kepada suaminya. Tetapi kali ini, ia mengambil HP milik suaminya.

 

Ia membuka pesan masuk maupun pesan keluar. Ia juga melihat seluruh telpon masuk maupun telpon keluar. Ia tak kuasa lagi menahan amarah ternyata adiknya sudah “tidur dan bersetubuh” bersama suaminya.

 

Tegah sekali mereka berbuat seperti ini di belakang ku… Sesak rasanya dada dokter.

Adikku yang telah kuanggap sebagai anakku karena dokter belum di karuniai anak tegah melakukan semua ini.

 

“Ahh…” katanya sambil kesal bercampur amarah….serta tangisan. Hancur berkeping keping hati ini melihat semua ini… pikirnya.

 

Cerita berlanjut…

 

Berikan Komentar Anda

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.